Bersamamu Ingin Kulakukan Apapun Yang Tuhan Mau

Minggu, 22 Januari 2017

CINTA




Cinta adalah pengalaman yang merepotkan. Pikiran tentang maut juga bisa merepotkan. Tetapi apa lagi - kita semua harus mati. Cinta metupakan bahan bahasan dalam sajak ringkas berikut ini, yang dikutip dari puisi klasik Jepang. Akan saya kutip sajak tersebut.

Meski aku yakin
bahwa ia tak akan datang
di malam larut ini
sewaktu cengkerik bernyanyi jemu
aku tetap pergi ke pintu
menunggu


Sajak klasik ini menunjukkan ciri yang sangat dekat dengan tradisi lisan, yakni langkanya cara pengucapan yang memanfaatkan metagor yang bisa membingungkan pembaca. Namun, ada kualitas tersirat berkaitan dengan nadanya. Ini sajak cinta atau sajak yang megejek sikap klise terhadap cinta? Dalam puisi klasik Jepang cengkerik sering muncul justru untik menggarisbawahi suasana sunyi dan rasa kesepian. Dan kalau cengkerik sudah bernyanyi sampai jemu berarti kesunyian itu berkepanjangan. Berikut sebuah sajak cinta lagi yang dikutip juga dari Jepang zaman klasik.

Sudah kupalangi gerbangku
dan kukunci pintu --
dari mana pula kau bisa, sayangku,
masuk dan muncul dalam mimpiku?
meski sudah kau palangi gerbangmu
dan pintumu pun kaukunci,
aku bisa menyelinap ke dalam mimpimu
lewat lubang yang digali pencuri

Cinta itu buta, kata sebagian orang. Dan cinta ternyata juga tidak masuk akal, kata sajak klasik ini. Penyair klasik Jepang ini ternyata bisa menyusup dalam ini 'ketidakmasukakalan' cinta dengan menggunakan citraan yang sederhana, yang bersumber pada kehidupan sehari-hari. Gerbang, pintu, lubang galian pencuri, dan mimpi merupakan kunci kegeniusan penyair ini untuk mengungkapkan kemustahilan cinta tidak drngan cara mengernyitkan dahi tetapi dengan membujuk kita untuk merasa geli. Apakah cinta menggelikan? Ya,/dalam sajak ini. Dalam sajak yang akan saya kutip berikut tidak ini tidak. Judulnya "Kenang Aku" oleh seorang perempuan penyair Inggria abad ke-19, Cristiana Rosetti.

kenang aku kalau sudah tiada nanti
pergi jauh ke negeri sunyi
ketika tak lagi kau bisa menyentuhku
ketika tak ada jalan krmbali bagiku
kenanglah aku ketika tak ada lagi saat-saat
ketika kau bincangkan masa depan kita
kenang saja aku, sebab sudah terlambat
untuk mdngucapkan kata dan doa
namun jika kau melupakanku sejenak,
dan kemudian ingat kembali, jangan sendu
jika yang kelam dan acak
tersisa dalam fikiran yang dulu milikku
tersenyumlah dan lupakan saja segalanya
daripada mengenangku dan terlbat duka

Sajak ini terdiri atas 14 larik, jadi : soneta. Penyair memiliki kebebasan untuk membagi soneta menjadi beberapa bait saja, asal jumlah lariknya 14. Yang mengartikan mengalihbahasakan puisi ini berusaha untuk mengatur rima soneta ini meskipun di sana-sini harus 'mengorbankan' maknanya dengan setepat-tepatnya. Pada dasarnya sajak terjemahan sudah menjadi milik si penerjemah dan bahasa sasaran sebab ditulis dengan gaya da bahasa penerjemah. Pesan yang disampaikannya mirip dengan yang diungkapkan penyair Jepang klasik, yakni cinta. Namun, sama sekali tidak ironi atau hal yang menggelikan dalam soneta Rosetti ini. Yang tersiray dan tersurat adalah rasa muskil yang muncul ketika dua kekasih harus dipisahkan oleh maut. Penyair Inggris ini tampaknya juga tidak memysatkan perhatoan pada metafor, meskipun tetap saja soneta ini 'bilang begini maksudnya begitu'.

Sajak Rosetti ni ditujukan kepada seseirang, tentu saja, tetapi sama sekali tidak disebutkannya siapa nama orang itu. Kalau kita telusuri riwayat hidupnya, bisa saja kita menebak-nebak kepada siapa gerangan sajak ini ditulis. Dalam sejumlah sajak nama seseorang bisa saja disebut, kadang-kadang ada di bawah judul. Dalam puisi semacam itu si aku berbicara langsung kepada seseorang. Tidak kepada pembaca. Namun, siapa pun nama yang tercantum dalam sajak serupa itu, yang dituju penyair sebenarnya adalah kita juga -- pembaca yang diberi ruang untuk membayangkan sebuah 'peristiwa'. Dalam 'peristiwa'tersebut terjadi monolog, percakapan yang satu arah saja. Kita baca saja beberapa bait sajaj Rendra yang berjuduk "Surat Cinta" berikut ini.

Kutulis sajak ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur mainan
anak-anak peri dunia gaib.
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah.
Wahai, dik Narti,
Aku cinta padamu!
Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya.
Wahai, Dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku!

Penyair bicara pada seoarang bernama Narti, menyatakan cinta dan meminangnya menjadi istri. Bukan kebetulan kalau Narti adalah istri pertama Rendra, namun tidak semua orang mengetahui hal itu, tentu saja. Bagi yang mengetahui hal itu, sajak ini bisa saja dianggap sebagai pinangan Rendra kepada Narti seperti yang telah terjadi sebenarnya, tetapi bagi yang tidak mengenal Narti sajak ini bisa juga dibaca sebagai lirik yang mengungkapkan perasaan seseorang lelaki terhadap perempuan yang dicintainya --- dan hal itu tidak perlu ada hubungannya dengan apa yang sebenarnya telah terjadi. Rendra menulis sajak ini untuk Narti, tetapi 'Rendra' dalam sajak ini sudah berubah menjadi aku lirik dan 'Narti' adalah tokoh yang diajaknya bicara sehingga terjadi monolog. Dalam monolog serupa ini, penyair tidak lago menjadi sosok yang berada di luar sajak tetapi sudah menyatu di dalamnya. Dengan demikian nama-nama yang tercantum adalah aekwdar nama, yang tidak pwrlu dihubung-hubungkan dengan kenyataan yang ada di luar sajak.

Demikianlah maka sajak serupa itu pada dasarnya ditulis untuk kita juga, tidak khusus untuk seseorang yang disebut namanya. Kalau kebetulan kita mengetahui bahwa nama itu afa kaitannya dengan kehidupan sebenar, tafsir kita bisa saja menjadi lebih mendekati 'kenyataan'. Tetapi bisa juga maalh membatasi tafsir kita sebab puisi pada hakikatnya tidak berbicara tentang 'kenyataan' karena merupakan ciptaan yang lahir dari imajinasi penyair. Jika mampu melepaskan diri dari pengetahuan nama yang kebetulan tercantum dalam puisi, kita tentu bisa lebih membebaskan imajinasi dan mecapai tafsir yang lebih dalam. Kita tidak lagi tertarik pada hubungan antara RENDRA DAN NARTI, tetapi lebih pada bagaimana rasa cinta itu diungkapkan oleh penyair.

Kutulis surat ini / kala hujan gerimis' -- terbayang suasana yang syahdu; ' bagai bunyi tambur mainan/ anak-anak peri dunia yang gaib'. Rendra menciptakan suasana khas, yang hanya bisa dihayati sebab bunyi hujan gerimis itu seperti tambur mainan anak-anak peri dunia gaib. Perbandingan itulah yang membuat sajak ini mampu menciptakan suasana romantik yang mungkin terjadi ketika seorang lelaki menyatakan cintanya kepada seorang perempuan. Suasana itu terasa lebih romantis lagi karena '... angin mendesah/mengeluh dan mendrsah': pada saat sedemikan itulah aku lirik menggunakan kata seru dan tanda seru, ' Wahai, Dik Narti, / aku cinta padamu!' Kalimat sehari-hari yang terdengar cengeng itu pun terdengar wajar sebab diucapkan dalam suasana yang sebelumnya sudah dibangun dengan berbagai piranti puitis yang memanfaatkan metafor yang segar, hujan gerimis/ bagai bunyi tambur mainan/anak-anak peri dunia yang gaib'. Tentu bukan pula kebetulan kalau bait penutup sajak itu mengungkapkan hal berikut:

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
kerna langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal
bersendaa-gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya.
Wahai, Dik Narti,
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku!

Dalam kehidupan nyata Rendra memang menjadi suami Narti dan mereka dikaruniai anak. Namun, dalam sajak ini bukan hal itu yang perlu kita pertimbangkan untuk apresiasi. Metafor yang diciptakan Rendra yang menjadikannya sebuah sajak istimewa: langit diibaratkannya sebagai 'gadis manja dan manis' yang 'menangis minta mainan' -- itu sebabnya turun hujan gerimis. Dan langit itu pula yang kemudian menjadi 'iri menyaksikan dua anak lelaki nakal/ bersenda-gurau dalan selokan'. Dalam suasana metafor demikian itulah si aku lirik kembali menggunakan kata seru dan tanda seru.

Kita sang pembaca menyaksikan peristiwa itu. Kita 'nguping' apa yang dikatakan si aku lirik kepada perempuan yang dicintainya, dalam suasana yang telah disiapkan Rendra dengan menggunakan piranti puitis canggih, yang rerutama berupa perbandingan. Dalam sajak ini seperti juga umumnya dalam sajak-sajaknya yang lian, Rendra tidak berbicara berbelit-belit tetapi menggunakan segenap piranti sastra untuk mengatakan begini dengan maksud begitu. Yang penting bagi kita ukanlah apa yang 'terjadi' dalam sajak itu tetapi apa yang bisa kita ' hayati' lewat bahasa yang digunakan penyair.

Demikianlah materi puisi yang luar biasa, yang saya tulis kembali dari buku Bilang Begini Maksudnya Begitu. Oleh: Sapardji Djoko Damono.

Rudi Rendra. Tanjungpinang

1 komentar:

  1. The Casino (Garage 1) in San Carlos - MapyRO
    The Casino is a 4-star property located on 1580 경주 출장마사지 Spring Mountain Road in 안성 출장샵 San 제주 출장안마 Carlos. The casino offers a large gaming space and 서울특별 출장안마 3,000 slot machines. It is  Rating: 7/10 · ‎1,005 reviews 부산광역 출장마사지 · ‎Price range: ($)

    BalasHapus