IWOOKOJ
Seorang pemuda memaksa masuk di blokade iring-iringan presiden Rusia yang blusukan ke daerah warga.
Siapa sangka, seminggu sebelum blusukan itu direncanakan lokasi sudah disterilisasi dari potensi kekacauan, eh ternyata di luar dugaan hal itu tetap saja terjadi
Berpeluh ia susah payah, mencapai posisi bapak presiden Iwookoj sehingga ia mampu menyentuh lengan kemeja putihnya itu,
Siapa sangka, seminggu sebelum blusukan itu direncanakan lokasi sudah disterilisasi dari potensi kekacauan, eh ternyata di luar dugaan hal itu tetap saja terjadi
Berpeluh ia susah payah, mencapai posisi bapak presiden Iwookoj sehingga ia mampu menyentuh lengan kemeja putihnya itu,
"Kraaaak!"
Sorot kamera wartawan mengabadikan moment itu, entah apa dan bagaimana media mengolah bahasa agar seolah-olah itu menjadi amunisi menyentuh titik terdalam simpati rakyat jelata.
Merasa kecolongan, Paspampres dengan sigap menyelesaikan gangguan itu, dalam hitungan singkat pemuda tadi lumpuh, beberapa pukul dan tendangan khas taekwondo bersarang di sendi-sendi. Tubuhnya rubuh pipi mencium aspal, tampak sekali kekuatan ruh memerah dari sorot pandangnya, jiwanya begitu raksasa, tapi tubuhnya tak cukup kuasa menopang gejolak itu.
"Hei, Pak Iwookoj, cakar kebenaran hakiki, akan mencongkel kedua matamu yang tak mau mampu melihat kebenaran untuk keadilan, dan telingamu akan di koyak cakar hakikat kebenaran, sebab kau sengaja menutupinya dari mendengar jerit pedih kesengsaraan rakyat!" Suara itu menggema di dadaku, menyayat yat, yat, yat, menembus mimpiku, mungkinkah juga mengganggu, atau setidaknya menggoyang Pak Iwookoj punya kelambu,
ahay malam kian tenggelam di dasar kelam, aku menekan tombol delete, menghapus semacam ancaman magis dari pemuda itu di feature yang akan kukirim ke meja redaksi, mana mungkin hal ini dimuat koran besok tentu hal ini akan dinilai hoak oleh pimred, demi mengabarkan citra baik pejabat negara, kami rela tak rela mengaburkan yang sebenarnya. Kukirim email ke bos, sedang berita sebenarnya kusimpan dalam memori suci nurani.
Tanjungpinang, 09/01/2017
Sorot kamera wartawan mengabadikan moment itu, entah apa dan bagaimana media mengolah bahasa agar seolah-olah itu menjadi amunisi menyentuh titik terdalam simpati rakyat jelata.
Merasa kecolongan, Paspampres dengan sigap menyelesaikan gangguan itu, dalam hitungan singkat pemuda tadi lumpuh, beberapa pukul dan tendangan khas taekwondo bersarang di sendi-sendi. Tubuhnya rubuh pipi mencium aspal, tampak sekali kekuatan ruh memerah dari sorot pandangnya, jiwanya begitu raksasa, tapi tubuhnya tak cukup kuasa menopang gejolak itu.
"Hei, Pak Iwookoj, cakar kebenaran hakiki, akan mencongkel kedua matamu yang tak mau mampu melihat kebenaran untuk keadilan, dan telingamu akan di koyak cakar hakikat kebenaran, sebab kau sengaja menutupinya dari mendengar jerit pedih kesengsaraan rakyat!" Suara itu menggema di dadaku, menyayat yat, yat, yat, menembus mimpiku, mungkinkah juga mengganggu, atau setidaknya menggoyang Pak Iwookoj punya kelambu,
ahay malam kian tenggelam di dasar kelam, aku menekan tombol delete, menghapus semacam ancaman magis dari pemuda itu di feature yang akan kukirim ke meja redaksi, mana mungkin hal ini dimuat koran besok tentu hal ini akan dinilai hoak oleh pimred, demi mengabarkan citra baik pejabat negara, kami rela tak rela mengaburkan yang sebenarnya. Kukirim email ke bos, sedang berita sebenarnya kusimpan dalam memori suci nurani.
Tanjungpinang, 09/01/2017
0 komentar:
Posting Komentar