MASIHKAH KITA INGIN
Tak ada lagi kesempatan
yang bisa kita pinta ketika waktu enggan kembali untuk menghapus daftar panjang
penyesalan. Sembunyi pun ikut berbunyi menolak kompromi untuk menutupi setiap
jengkal penyangkalan diri dari takdir yang menepi menuju sepuhan warna magrib. Aroma
tanah menyeruak seperti memberi pertanda bahwa tak ada lagi waktu untuk
menampung basah mata air yang tertumpah, terbayang ketika itu kehidupan
sesungguhnya akan dimulai, jarak yang jauh membuat bayangan kita lebih dahulu
menyentuh sebuah padang yang seakan tak
tertempuh.
Pintu tertutup,
tak ada lagi kunci yang bisa kita gunakan untuk membukanya, harapan-harapan
layu di akar kekar kesombongan, walau tangan-tangan menadah hingga
berdarah-darah, tetap saja kita tak mampu mengelak terpanggang resah. Semua orang
menelan telanjang bekas sujud ketergesaan, maka sajadah yang terlipat lalai
itu, tak mampu jua menjawab sampai bila debu menempelinya. Serupa debu kita,
yang ringkih menebak masa, terlena dalam rengkuhan lumpur, terperanjat diperangkap
kering, angan kita tiada daya dihembus angin, masihkah kita ingin?
0 komentar:
Posting Komentar