MEREKAM OBJEK
Dalam kehidupan sehari hari banyak dijumpai orang orang yang senang bercerita, terutama dalam proses berkomunikasi antar sesamanya. Si penderita tak jarang membubuhi bahan percakapannya dengan hal-hal di luar fakta. Kadang-kadang si penderita dijuluki oleh orang-orang sekelilingnya sebagai "si pembuka" Karena sikapnya yang suka melebih-lebihkan suatu bahan omongan. Untuk mengatakan bahwa telor ayamnya besar, ia pakai bahaya bergaya hipersomnia: "Telor ayam saya sebesar-besar tinju!" Begitu juga dengan deskripsi suatu peristiwa yang pernah dilihatnya lalu diceritakannya kembali, atau menceritakan pengalaman pribadi kepada orang lain, senantiasa menjadi lain, lebih hidup dan bersemangat.
Mungkin si pendengar tidak percaya seratus persen terhadap cerita si pembuka. Akan tetapi diam-diam di dalam hati si pendengar merasa senang. Ada semacam rasa senang dikibulin. Bahasa yang dipakainya enak. Tekanan suaranya meyakinkan. Ceritanya menarik, apalagi dibumbui oleh akting yang mempesona. Maka si pembuka itu sebenarnya adalah "sastrawan lisan" yang berbakat. Ia akan lebih berhasil menjadi sastrawan lisan jika ia mengarahkan keterampilannya itu menjadi seorang tukang cerita seperti Tukang Kabarin di daerah Minangkabau, yang mengembara dari desa ke desa membawa dan menceritakan kabarnya melalui lisan dan bantuan kakak musik yang amat,sederhana. Di daerah lain terdapat juga sejenis sastrawan lisan tersebut dan hidup subur sampai budaya tulis mulai merata.
Selanjutnya, hampir di,seluruh dunia berkembang masa kanak-kanak dengan "dongeng nenek" masa kanak-kanak adalah suatu tahap perkembangan manusia yang pada masa itu imajinasi mulai berkembang dengan pesat. Dongeng betul-betul hidup di sanubari anak-anak. Bahkan seringkali anak-anak dapat membedakan mana dunia dongeng dan mana dunia nyata. Dunia dongeng dan dunia nyata seakan-akan bersatu.
Secara bertahap, dari dunia dongeng nenek secara lisan meningkat ke bahan bacaan anak-anak ketika seorang anak telah mengenal bahasa tulisan. Begitulah seterusnya hingga dewasa dan memilih bacaannya sendiri.
Barangkali, bakat bercerita si pembuka sebenarnya adalah bakat alami yang dimulai sejak zaman dongeng nenek. Jika saja,si pembuka beruntung melanjutkan minatnya membaca dongeng dan berlanjut dengan memilih bahan bacaannya sendiri, besar kemungkinan ia kana tumbuh menjadi seorang penulis fiksi atau sastrawan tulis. Hal ini cukup beralasan karena hampir semua sastrawan indonesia pada awalnya mempunyai kebiasaan membaca fiksi sedari kecil, tidak soal apakah fiksi dongeng atau fiksi modern.
Dengan banyak membaca yang diasah terus menerus, seseorang akan memilih kekayaan batin melebihi orang lain yang tidak mengembangkan minta bacanya. Orang yang memiliki kekayaan batin juga lebih peka dan kritis terhadap lingkungannya. Mungkin bagi seseorang yang memiliki kekayaan batin akan melihat suatu peristiwa biasa sebagai suatu yang besar, sangat mendasar, dan perlu dipersoalkan.
Dari pengalaman membaca, sadar atau tidak seseorang beroleh banyak kaca banding dalam hidupnya. SaTu hal lagi yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan berbahayanya akan berkembang lebih baik dan memiliki kosa kata melebihi rata-rata yang dimiliki orang kebanyakan.
Pengalaman batin, kepekaan terhadap lingkungan dan kekayaan bahasa adalah aset seorang pengarang yang akan digunakannya ketika dorongan untuk menulis itu tiba. Segala peristiwa yang dianggapnya menyentuh dan perlu dipertanyakan dan dipersoalkan, serta keganjilan, ketidakseimbangan dan sisi-sisi lain dan fenomena sosial yang terlihat oleh mata batinnya, akan terekam dalam sambutannya. Tekaman-rekaman yang tak sengaja itu,suatu saat akan keluar setelah "pemicunya" tertarik oleh suatu sebab.
Banyak cerpen bertemakan kepincangan sosial berasal dari rekaman pengarang terhadap ketidakpuasannya terhadap kenyataan. Dalam cerpen jenis ini biasanya pengarang menempatkan diri,sebagai orang ketika, sebagai pengamat. Sungguhpun demikian, tidak tertutup kemungkinan pengarang menempatkan dirinya,sebagai tokoh Aku. Sebagai contoh cerpen Hamsad Rangkuti yang berjudul Rumah Jamban dalam majalah Horison edisi juni 1993. Dalam cerpen ini tokoh aku menceritakan tingkah laku tokoh utama,sebagai korban berkali-kali penggusuran perumahan kumuh di Jakarta.
Hamsad Rangkuti mendapat ide dari rekaman batinnya selama bertahun-tahun sebelumnya tinggal di Jakarta. Sementara pemicunya/ pelatuk yang menyebabkan iseng meledak adalah rasa prihatinnya yang dalam ketika menyaksikan kerabatnya ikut jadi korban guyuran, atau memang dialaminya sendiri.
Untuk merekam objek yang dijadikan bahan baku cerpen dan novel, perlukah pengarang atau calon pengarang mengalami peristiwa itu agar karyanya menjadi lebih mendekati realita? Mungkin ada benarnya, namun tak selalu begitu. Memang ada pengarang yang sengaja mengalami suatu pengembaraan asing untuk mendapatkan inspirasi yang unik seperti yang dilakukan pengarang Emile Zola yang hidup bersama buruh tambang sebelum melahirkan novelnya Germinal. Demikian juga dengan pengarang Devtroyeski, bergaul dengan orang-orang hukuman hingga akhirnya melahirkan banyak novel.
Sebagaimana pendapat para ahli, sastra lahir dari sumber pengalaman sastrawan sendiri, baik dalam bentuk pengalaman lahirlah, maupun pengalaman batiniah (Semi, 1984:14) . Pengalaman batin juga merupakan kekayaan yang tak ternilai harganya. Ia didapat dari media lain, mungkin audio atau audio-visual, buku buku bacaan dan hasil tuturan orang lain. Pengarang kisah-kisah suku Indian Karl May ternyata belum pernah ke Amerika ketika selesai menulis kisah-kisah tentang suku-suku asli yang hidup di benua Amerika itu.
Sebenarnya untuk merekam obyek yang akan dijadikan bahan tulisan cerpen tidak perlu pergi jauh jauh. Cukup mengamati hal menarik secara intens. Misalkan seseorang ingin menulis tentang seorang pembantu rumah tangga. Amati saja tingkah lakunya sehari-hari dan pastilah terekam di dalam sanubari. Amati juga jalan pikirannya melalui percakapan, caranya berbicara dan kalau perlu keinginan-keinginannya sebagaimana layaknya seorang pembantu rumah tangga,yang sederhana. Sederhana dalam,segala hal, pendidikan, cara berpakaian, kesukaannya dan,sebagainya. Seandainya suatu saat ada keinginan untuk menulis. Cerpen tentang seorang pembantu disebabkan ada yang menggelitik, pengarang telah mempunyai modal berupa bahan mentah.
Ditulis ulang oleh Rudi Rendra, dari buku Kiat Menulis Cerpen: Harris Effendi Thahar hal 21-26
0 komentar:
Posting Komentar