Bersamamu Ingin Kulakukan Apapun Yang Tuhan Mau

Selasa, 24 Januari 2017

GAYA PUTU WIJAYA

Putu Wijaya adalah seorang pengarang cerpen Indonesia yang paling produktif. Selama lebih kurang tiga puluh tahun ini,  cerpen-cerpennya merajai penerbitan cerpen di media massa. Salah satu ciri khasnya ialah memberi judul cerpen dengan sangat pendek, terdiri dari satu kata saja. Demikian juga judul novel-novelnya, kalau perlu terdiri dari satu huruf saja. Ia juga menulis naskah drama dan film. Menulis Cerpen bagi Putu adalah pekerjaan rutin seperti makan, berak, tidur dan jalan.

Hampir semua cerpennya menarik untuk dibaca. Plot ceritanya tidak berbelit, daftar saja tapi punya daya holistik yang tinggi. Cerpen-cerpennya kadang seperti dongeng, namun moderen dan enak dibaca sendiri atau mendengarkan orang lain membacakan. Kalimat-kalimatnya pendek dan lugas. Coba kalian simak petikan cerpen Putu berikut ini:

Nyonya terkejut.
"Ulang tahun? Ulang tahun untuk apa?" tanyanya dengan heran.
Roh kini memeras ingus yang ada di hidungnya. Sudah itu dia duduk sengaja menghentikan pekerjaannya sebentar. Rupanya ingin menunjukkan kesungguhan penderitanya.
"Begini Nyonya. Ini maaf, tapi ini kan kenyataan. Nyonya,sendiri selalu menasehati saya,supaya menerima kenyataan. Lebih mudah hidup menerima kenyataan. Begitu kata Nyonya bukan? Barangkali Nyonya sudah lupa."
"Tidak, aku ingat. Memang harus begitu. Tapi tadi kau bilang ulang tahun, maksudmu bagaimana?"

Petikan cerpen tersebut berasal dari cerpen Putu berjudul Roh yang merupakan lampiran buku ini. Selanjutnya dapat dibaca secara lengkap untuk GAYA penulisan Putu Wijaya. Di samping kalimatnya pendek-pendek dan lugas, tokoh-tokoh yang muncul pun amat beragam. Mulai dari kelas yang paling kere sampai konglomerat, semua tokoh itu hadir dengan wajah karikatural, meski tidak demikian semua cerpen Putu.

Bagi Putu Wijaya,
"Sebuah cerpen adalah bagaikan mimpi baik dan mimpi buruk. Tidak terlalu penting urutan, jalinan karena kadang-kadang ada dan kadangkala tidak, yang utama adalah pekabaran yang dibawanya, daya pulau, daya magis, tampil, ibarat, tikaman jiwa, firasat dan berbagai efek yang dibrondongnya menyerang siapa yang mengalami mimpi itu. Ia bisa gamblang, jelas secara mendetail dan persis melukiskan apa yang akan terjadi, tetapi ia juga bisa kebalikan atau buram sama,sekali sebagai sebuah ramalan yang memerlukan tafsir. Cerita Pendek adalah teror mental kepada pembaca......"

Petikan itu merupakan kredo Putu Wijaya yang ditulisnya pada awal halaman kumpulan cerpennya "Gres". Seperti apa yang dikatakannya, memang betul, karena cerpen-cerpennya hampir selalu "menelan janji" manusia sebagai tokoh yang ditampilkannya. Seolah-olah Putu mampu membaca mimpi-mimpi tokohnya dengan persis. Manusia dalam cerpennya sebagaimana manusia,sesungguhnya, tanpa berselimut dengan apa yang dinamakan kepribadian, gengsi atau topeng.

Selain ditunjang oleh GAYA bahasanya yang lincah mengalir nakal, dialog-dialognya hidup dan adakalanya sangat kocak. Berikut ini kita simak dialog antara seorang pembantu rumah tangga yang tentu saja tidak terdidik dengan nyonya majikannya:

"Umurku berapa sekarang?"
"Berapa ya Nyonya, mestinya ya dua puluhan begitu, atau sembilan belas ya?"
Nyonya tersenyum.
"Aku kira kamu ini sudah duapuluh lima."
"Aku tigapuluh lima."
"Ya deh, kalau begitu mungkin saya sudah dua puluh lima. Tapi masa saya lebih tua dari si Dul. Dia saja baru duapuluh empat. Mungkin saya baru duapuluh dua. Dua puluh dua dah rasanya Nyah!"
"Kamu ini gimana, umur kok ditawar-tawar."

GAYA penulisan Putu Wijaya sangat khas, baik dalam novel, naskah sandiwara, maupun dalam cerpen-cerpennya yang tersebar di mana mana serta dalam kumpulan berbentuk buku, seperti Gres, Bom, Es, dan lain-lain. Saking khasnya gaya Putu, ketika disodorkan orang ganti ng an cerpennya, pembaca perta Putu pasti tahu bahwa itu milik Putu Wijaya.

(Kiat Menulis Cerpen-hal : 72-75)

0 komentar:

Posting Komentar