Bersamamu Ingin Kulakukan Apapun Yang Tuhan Mau

Selasa, 24 Januari 2017

GAYA DANARTO

Danarto memiliki tempat tersendiri dalam sastra mutakhir Indonesia. Ia menampilkan GAYA yang baru sama,sekali dengan tema yang jarang atau bahkan sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh pengarang Indonesia yang lain. Demikian antara lain ditulis oleh editor penerbit Balai Pustaka yang menerbitkan buku kumpulan cerpen Sunarto, "Adam Ma'rifat".

Pengarang yang berasal dari Sragen Jawa Tengah itu (lahir, 27 juni 1940) percaya bahwa cerpen bisa memberikan pencerahan. Katanya lagi, penulis cerita rekaan perlu mempelajari dan mengerti banyak hal. Ia juga,disinyalir oleh kritikus Amerika Burton Raffel dalam Asian Wall Street Journal (28 Februari 1980) sebagai eksperimentalis, & cerpen Danarto mempesona, melebihi cerpen terbaik yang ada di Eropa maupun Amerika saat ini.
Menilai cerita pendek tidaklah perlu harus mengetahui latar belakang kehidupan maupun pandangan penulisnya. Bertolak saja dari karya-karyanya, sudah cukup. Hasilnya bisa bertentangan seratus persen dengan kemauan pengarangnya. Bagi saya, subyektifitas sangat penting ng (Danarto dalam pengantar "Adam Ma'rifat).

Berapa pun Danarto menyatakan pendapatnya bahwa menilai cerpen tidak perlu harus mengetahui latarbelakang kehidupan maupun pandangan penulisnya, pembaca cerpen Danarto tidak bisa menghindari diri dari pertanyaan sekitar  tema yang dipilihnya. Sekurang-kurangnya pembaca akan dapat menduga-duga., dalamnya pengetahuan penulis hingga melahirkan cerpen yang begitu bagus dekat dengan dunia santri jawa, bersuasana mistis-religius.

Untuk mengenal lebih dekat dengan cerpen-cerpen Danarto, marilah kita simak beberapa penggalan cerpen "Mereka Toh Tidak Mungkin MenjAring Malaikat" berikut ini:

Akulah Jibril, yang pada suatu hari melihat sebuah sekolah dasar yang anak-anaknya sedang menampar pikirannya, maka ditunjukkan layang-layangkan seperti hendak menyerbu layang-layang yang lain, tepat di tengah atap itu: brag-brag-brag beberapa genting kuperintahkan jatuh, tentu saja keunikan tidak mengenai mereka, melainkan kepingan-kepingan itu biarlah jatuh di lantai saja. Mereka jadi terkejut, semuanya menengok ke atas yang tanpa langit-langit itu, hingga lubang yang menganga itu menghantarkan sinar matahari ke dalam. Setelah itu dikirimkan hujan khusus lewat kupang atap itu. Mereka bubar keluar.

Di halaman sekolah, guru dan murid-murid itu terheran-heran memandang ke langit. Bagaimana mungkin ada hujan setempat yang begitu kecil, demikian mereka saling berkata, yang,semuanya disambut dengan tersenyum saja. Yang menyenangkan adalah pikiran guru dan murid-murid itu menjadi segar dan kemudia mereka ramai-ramai belajar di sebuah bukit yang rimbun di seberang halaman sekolah. Sebenarnya itulah yang kehendaki. Mengapa mesti belajar di dalam kelas saja? Apakah padang rumput yang luas itu bukan kelas?

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts