CINTA
Cinta
adalah pengalaman yang merepotkan. Pikiran tentang maut juga bisa merepotkan.
Tetapi apa lagi - kita semua harus mati. Cinta metupakan bahan bahasan dalam
sajak ringkas berikut ini, yang dikutip dari puisi klasik Jepang. Akan saya kutip sajak tersebut.
Meski aku
yakin
bahwa ia tak akan datang
di malam larut ini
sewaktu cengkerik bernyanyi jemu
aku tetap pergi ke pintu
menunggu
bahwa ia tak akan datang
di malam larut ini
sewaktu cengkerik bernyanyi jemu
aku tetap pergi ke pintu
menunggu
Sajak
klasik ini menunjukkan ciri yang sangat dekat dengan tradisi lisan, yakni
langkanya cara pengucapan yang memanfaatkan metagor yang bisa membingungkan
pembaca. Namun, ada kualitas tersirat berkaitan dengan nadanya. Ini sajak cinta
atau sajak yang megejek sikap klise terhadap cinta? Dalam puisi klasik Jepang
cengkerik sering muncul justru untik menggarisbawahi suasana sunyi dan rasa
kesepian. Dan kalau cengkerik sudah bernyanyi sampai jemu berarti kesunyian itu
berkepanjangan. Berikut sebuah sajak cinta lagi yang dikutip juga dari Jepang
zaman klasik.
Sudah
kupalangi gerbangku
dan kukunci pintu --
dari mana pula kau bisa, sayangku,
masuk dan muncul dalam mimpiku?
dan kukunci pintu --
dari mana pula kau bisa, sayangku,
masuk dan muncul dalam mimpiku?
meski
sudah kau palangi gerbangmu
dan pintumu pun kaukunci,
aku bisa menyelinap ke dalam mimpimu
lewat lubang yang digali pencuri
dan pintumu pun kaukunci,
aku bisa menyelinap ke dalam mimpimu
lewat lubang yang digali pencuri
Cinta itu
buta, kata sebagian orang. Dan cinta ternyata juga tidak masuk akal, kata sajak
klasik ini. Penyair klasik Jepang ini ternyata bisa menyusup dalam ini
'ketidakmasukakalan' cinta dengan menggunakan citraan yang sederhana, yang
bersumber pada kehidupan sehari-hari. Gerbang, pintu, lubang galian pencuri,
dan mimpi merupakan kunci kegeniusan penyair ini untuk mengungkapkan
kemustahilan cinta tidak drngan cara mengernyitkan dahi tetapi dengan membujuk
kita untuk merasa geli. Apakah cinta menggelikan? Ya,/dalam sajak ini. Dalam
sajak yang akan saya kutip berikut tidak ini tidak. Judulnya "Kenang
Aku" oleh seorang perempuan penyair Inggria abad ke-19, Cristiana Rosetti.
kenang aku
kalau sudah tiada nanti
pergi jauh ke negeri sunyi
ketika tak lagi kau bisa menyentuhku
ketika tak ada jalan krmbali bagiku
pergi jauh ke negeri sunyi
ketika tak lagi kau bisa menyentuhku
ketika tak ada jalan krmbali bagiku
kenanglah
aku ketika tak ada lagi saat-saat
ketika kau bincangkan masa depan kita
kenang saja aku, sebab sudah terlambat
untuk mdngucapkan kata dan doa
ketika kau bincangkan masa depan kita
kenang saja aku, sebab sudah terlambat
untuk mdngucapkan kata dan doa
namun jika
kau melupakanku sejenak,
dan kemudian ingat kembali, jangan sendu
jika yang kelam dan acak
tersisa dalam fikiran yang dulu milikku
dan kemudian ingat kembali, jangan sendu
jika yang kelam dan acak
tersisa dalam fikiran yang dulu milikku
tersenyumlah
dan lupakan saja segalanya
daripada mengenangku dan terlbat duka
daripada mengenangku dan terlbat duka
Sajak ini
terdiri atas 14 larik, jadi : soneta. Penyair memiliki kebebasan untuk membagi
soneta menjadi beberapa bait saja, asal jumlah lariknya 14. Yang mengartikan
mengalihbahasakan puisi ini berusaha untuk mengatur rima soneta ini meskipun di
sana-sini harus 'mengorbankan' maknanya dengan setepat-tepatnya. Pada dasarnya
sajak terjemahan sudah menjadi milik si penerjemah dan bahasa sasaran sebab
ditulis dengan gaya da bahasa penerjemah. Pesan yang disampaikannya mirip
dengan yang diungkapkan penyair Jepang klasik, yakni cinta. Namun, sama sekali
tidak ironi atau hal yang menggelikan dalam soneta Rosetti ini. Yang tersiray
dan tersurat adalah rasa muskil yang muncul ketika dua kekasih harus dipisahkan
oleh maut. Penyair Inggris ini tampaknya juga tidak memysatkan perhatoan pada
metafor, meskipun tetap saja soneta ini 'bilang begini maksudnya begitu'.
Sajak
Rosetti ni ditujukan kepada seseirang, tentu saja, tetapi sama sekali tidak
disebutkannya siapa nama orang itu. Kalau kita telusuri riwayat hidupnya, bisa
saja kita menebak-nebak kepada siapa gerangan sajak ini ditulis. Dalam sejumlah
sajak nama seseorang bisa saja disebut, kadang-kadang ada di bawah judul. Dalam
puisi semacam itu si aku berbicara langsung kepada seseorang. Tidak kepada
pembaca. Namun, siapa pun nama yang tercantum dalam sajak serupa itu, yang
dituju penyair sebenarnya adalah kita juga -- pembaca yang diberi ruang untuk
membayangkan sebuah 'peristiwa'. Dalam 'peristiwa'tersebut terjadi monolog,
percakapan yang satu arah saja. Kita baca saja beberapa bait sajaj Rendra yang
berjuduk "Surat Cinta" berikut ini.
Kutulis
sajak ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur mainan
anak-anak peri dunia gaib.
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah.
Wahai, dik Narti,
Aku cinta padamu!
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur mainan
anak-anak peri dunia gaib.
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah.
Wahai, dik Narti,
Aku cinta padamu!
Kutulis
surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya.
Wahai, Dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku!
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya.
Wahai, Dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku!
Penyair
bicara pada seoarang bernama Narti, menyatakan cinta dan meminangnya menjadi
istri. Bukan kebetulan kalau Narti adalah istri pertama Rendra, namun tidak
semua orang mengetahui hal itu, tentu saja. Bagi yang mengetahui hal itu, sajak
ini bisa saja dianggap sebagai pinangan Rendra kepada Narti seperti yang telah
terjadi sebenarnya, tetapi bagi yang tidak mengenal Narti sajak ini bisa juga
dibaca sebagai lirik yang mengungkapkan perasaan seseorang lelaki terhadap
perempuan yang dicintainya --- dan hal itu tidak perlu ada hubungannya dengan
apa yang sebenarnya telah terjadi. Rendra menulis sajak ini untuk Narti, tetapi
'Rendra' dalam sajak ini sudah berubah menjadi aku lirik dan 'Narti' adalah
tokoh yang diajaknya bicara sehingga terjadi monolog. Dalam monolog serupa ini,
penyair tidak lago menjadi sosok yang berada di luar sajak tetapi sudah menyatu
di dalamnya. Dengan demikian nama-nama yang tercantum adalah aekwdar nama, yang
tidak pwrlu dihubung-hubungkan dengan kenyataan yang ada di luar sajak.
Demikianlah
maka sajak serupa itu pada dasarnya ditulis untuk kita juga, tidak khusus untuk
seseorang yang disebut namanya. Kalau kebetulan kita mengetahui bahwa nama itu
afa kaitannya dengan kehidupan sebenar, tafsir kita bisa saja menjadi lebih
mendekati 'kenyataan'. Tetapi bisa juga maalh membatasi tafsir kita sebab puisi
pada hakikatnya tidak berbicara tentang 'kenyataan' karena merupakan ciptaan
yang lahir dari imajinasi penyair. Jika mampu melepaskan diri dari pengetahuan
nama yang kebetulan tercantum dalam puisi, kita tentu bisa lebih membebaskan
imajinasi dan mecapai tafsir yang lebih dalam. Kita tidak lagi tertarik pada
hubungan antara RENDRA DAN NARTI, tetapi lebih pada bagaimana rasa cinta itu
diungkapkan oleh penyair.
Kutulis
surat ini / kala hujan gerimis' -- terbayang suasana yang syahdu; ' bagai bunyi
tambur mainan/ anak-anak peri dunia yang gaib'. Rendra menciptakan suasana
khas, yang hanya bisa dihayati sebab bunyi hujan gerimis itu seperti tambur
mainan anak-anak peri dunia gaib. Perbandingan itulah yang membuat sajak ini
mampu menciptakan suasana romantik yang mungkin terjadi ketika seorang lelaki
menyatakan cintanya kepada seorang perempuan. Suasana itu terasa lebih romantis
lagi karena '... angin mendesah/mengeluh dan mendrsah': pada saat sedemikan
itulah aku lirik menggunakan kata seru dan tanda seru, ' Wahai, Dik Narti, /
aku cinta padamu!' Kalimat sehari-hari yang terdengar cengeng itu pun terdengar
wajar sebab diucapkan dalam suasana yang sebelumnya sudah dibangun dengan
berbagai piranti puitis yang memanfaatkan metafor yang segar, hujan gerimis/
bagai bunyi tambur mainan/anak-anak peri dunia yang gaib'. Tentu bukan pula
kebetulan kalau bait penutup sajak itu mengungkapkan hal berikut:
Kutulis
surat ini
kala hujan gerimis
kerna langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal
bersendaa-gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya.
Wahai, Dik Narti,
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku!
kala hujan gerimis
kerna langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal
bersendaa-gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya.
Wahai, Dik Narti,
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku!
Dalam
kehidupan nyata Rendra memang menjadi suami Narti dan mereka dikaruniai anak.
Namun, dalam sajak ini bukan hal itu yang perlu kita pertimbangkan untuk
apresiasi. Metafor yang diciptakan Rendra yang menjadikannya sebuah sajak
istimewa: langit diibaratkannya sebagai 'gadis manja dan manis' yang 'menangis
minta mainan' -- itu sebabnya turun hujan gerimis. Dan langit itu pula yang
kemudian menjadi 'iri menyaksikan dua anak lelaki nakal/ bersenda-gurau dalan
selokan'. Dalam suasana metafor demikian itulah si aku lirik kembali
menggunakan kata seru dan tanda seru.
Kita sang
pembaca menyaksikan peristiwa itu. Kita 'nguping' apa yang dikatakan si aku
lirik kepada perempuan yang dicintainya, dalam suasana yang telah disiapkan
Rendra dengan menggunakan piranti puitis canggih, yang rerutama berupa
perbandingan. Dalam sajak ini seperti juga umumnya dalam sajak-sajaknya yang
lian, Rendra tidak berbicara berbelit-belit tetapi menggunakan segenap piranti
sastra untuk mengatakan begini dengan maksud begitu. Yang penting bagi kita
ukanlah apa yang 'terjadi' dalam sajak itu tetapi apa yang bisa kita ' hayati'
lewat bahasa yang digunakan penyair.
Demikianlah
materi puisi yang luar biasa, yang saya tulis kembali dari buku Bilang Begini
Maksudnya Begitu. Oleh: Sapardji Djoko Damono.
Rudi Rendra. Tanjungpinang
The Casino (Garage 1) in San Carlos - MapyRO
BalasHapusThe Casino is a 4-star property located on 1580 경주 출장마사지 Spring Mountain Road in 안성 출장샵 San 제주 출장안마 Carlos. The casino offers a large gaming space and 서울특별 출장안마 3,000 slot machines. It is Rating: 7/10 · 1,005 reviews 부산광역 출장마사지 · Price range: ($)