Sabtu, 28 Januari 2017
Jumat, 27 Januari 2017
MENYIMAK TANGIS
Ia simak setiap lembab doa tabah akar-akar tercerabut:
Selasa, 24 Januari 2017
CERPEN HASIL KROYOKAN BELUM DIBERI JUDUL
WGenderang perang telah ditabuh. Perjaka yang memegang panah itu berdiri dengan gagah, menarik bidik panah dengan perlahan. Lengan kanannya gemetar menahan ragu, mungkinkah tepat sasaran? Sedang dirinya kini tak lagi benar-benar perjaka, apakah benar dia tak lagi perjaka? Bukankah kejadian itu adalah kehendak sang Dewi melakukan rudapaksa atas keperkasaannya? Dalam keraguan itu, ia turunkan busur, "ini anak panah satu satunya, jika tak berhasil mengenai lawan, aku pula yang akan binasa,".
Panahpun dilepaskan dari busurnya, disaat inilah kehendak langit benar benar menjadi pilihan satu satunya. "Pada siapa aku harus percaya?" Resah hatinya sambil melihat bidikan panahnya. keringatnya yang dingin bercucuran deras bak hujan di gurun pasir. Busur yang ia bidikkan masih terus melintasi awan.
"Para penumpang di harap tenang, sabuk pengaman tetap dipasang dengan sempurna," ucap pramugari tenang namun tegang luar biasa.
"Hah! Mimpi,"
Kulihat awan bergumpal hitam, aku duduk tepat di pintu darurat pesawat terbang. Wajah-wajah cemas ada yang mendadak beriman, menyebut nama Tuhan, aku belum sadar benar, seorang pramugari dengan wajah tegang menghampiri,
"Pak, tolong sabuk pengamannya di pasang,"
Dengan tergesa aku memasangnya, dua wanita di sebelah kananku, cemas, menangis, air matanya deras mengalir, rayap mohon ampun keluar dari mulut mereka, deretan dosa-dosa keluar begitu saja,
"Ampun Tuhan, memang aku yang melakukannya,"
"Busyet," batinku, aku terkenang kisah nabi Nuh yang membuang diri ke laut, karena dosanya meninggalkan umat, apakah juga karena ada,seorang pendosa di dalam pesawat ini? Mungkin dia harus ditendang keluar, tapi ini bukan kapal laut! Harus beda penanganannya, aku melepas tali pengaman bersiap berdiri limbung, dan dipaksa tegap berdiri,
"Mengakulah siapa yang telah berbuat dosa, aku yakin diantara kita ada yang telah membuat Tuhan murka," seorang dari bangku seat 25C, berdiri mendahuluiku. Sapa yang ingin aku katakan umumkan kepada penumpang lainnya sudah keduluan, terlambat satu detik.
Semua penumpang terdiam, wajah menggambarkan,suasana mencekam, gadis dan anak-anak menangis histeris, pesawat limbung, seolah segera terjun bebas entah ke bumi bagian mana, bergidik kubayangkan besok hari pesawat ini menjadi head line di sebuah surat kabar, juga trending topik di berbagai berita nasional,
Orang orang mulai koor menyuruh seseorang mengakui dosa-dosanya,
"Ayo mengaku, jangan dikorbankan kami gara-gara perbuatanmu" seru salah seorang bapak-bapak berjas hitam, sepertinya dia akan menghadiri rapat sebuah perusahaan besar, atau dia pejabat negara. Aku tetap mendengarkan saling tuduh, suasana semakin mencekam dan memanas.
Aku mulai resah dan gundah. Jantungku berdetak keras, fikiran ku kacau berhamburan. Sambil memegang sabuk pengaman yang melilit pinggangku dengan kencang.
Bagaimana jika pendosa itu aku? Ya, hanya itu yang terpikirkan olehku. Pesan bapak, sebelum kau menyalahkan orang lain, tanyakanlah kepada diri sendiri, barangkali kita turut andil di dalamnya. Kata orang orang tua di kampungku, jika kita beristighfar, maka boleh jadi itu dapat melancarkan rezeki kita. Salah satunya dengan keselamatan dari turbulansi pesawat ini. Tapi, kenapa tiba tiba aku teringat dengan mimpi tadi ya? Apa itu pertanda?
"Pertanda apa hayono..."
Seseorang masuk tiba tiba di ruang kerja menepuk pundaknya. Penulis itu terkejut, seseorang yang familiar itu kini berada di hadapannya, sambil menodongkan shiruken, di lehernya,
"Sudah ada uang untuk bayar sewa,rumah ini?"
Sang penulis tergagap, novelnya belum di bayar penerbit, uangnya belum ada, maka ia pun mencari jalan keluar untuk tetap hidup.
"Hm..bagaimana jika tuan memberikan saya waktu sedikit lagi untuk menuntaskan novel ini? Seluruh royalti akan saya bayarkan untuk melunasinya, jika perlu, saya akan beli rumah ini."
"Kau kira kami bodoh apa? Terlalu banyak janjimu. Sekarang cepat bayar! Anak istri ku juga perlu makan!"
Geledah rumah ini! Suruhnya pada 2 bodyguardnya yang bebadan gagah dan sangar.
Setelah 30 menit digeledah
Bos, aku jumpa buku tabungan "kata bodiguardnya dengan senyum tajam dan alis kanan yang naik ke atas.
Lempar itu pada ku "kata bos yang tangannya masih memegang suriken yang masih mengarah di leher haryono"
Haaap "bunyi buku tabungan ditangkap"
Apaaaaa?
Ini kau punya uang sebanyak 3 juta! Kenapa tak kau bayar uang sewa mu?
Kau mau macam-macam padaku?
Berani kau ya?
Teriak bos dengan amarah memuncak ketika melihat deretan angka 0 yang cukup banyak dibuku tabungan haryono
Ampun pak, ampun.
Itu uang tabunganku.
Ada hal yang perlu untuk itu, jawab haryono dengan air mata yang tak mampu dibendungnya
Bedebah kauu! Mau kau apakan uang ini
Ampun pak, itu aku tabung sudah sekian tahun yang lalu. Untuk meminang gadis manismu itu
Apaaaaaaa???
Gila kau yaa
"Cressssss," darah segar menyembur, memercik mengenai mata kananku yang melihat semua kejadian 10 tahun silam, aku melihat semuanya dari balik dinding kamarku, sebuah lubang kecil membuat mataku jadi saksi sejarah, bagaimana ayahku dibunuh dengan kejam, mereka menggeledah seisi rumah, tak ada yang bisa mereka ambil untuk diuangkan, kecuali buku-buku koleksi ayah sedari zaman bung Hatta masih menjadi presiden, dan penjahat mana yang mau membaca dan mengoleksi buku, mereka meninggalkan rumah, dan tak menyadari keberadaan aku yang lebih sigap bersembunyi ke bawah tanah, ayah yang telah pengalaman menghadapi,situasi semacam ini, membuat ruangan khusus bawah tanah bawah kamarku, untuk teman persembunyianku, aku menyaksikan,semuanya,"
Seorang penulis buku biografi mencatat semuanya wawancara itu, berkali-kali ia putar ulang rekaman wawancara dengan sumber yang tak mau disebutkan, tentang,sejarah keluarganya yang tertuduh PKI, dia melihat keluar jendela apartemen, warna biru mobil polisi menari-nari di bawah kita Jakarta, dua orang berandal tampak olehnya berkeping tak bisa lari, sebuah helikopter berpaling-pusing di atasnya menurunkan tanggal tali dan seorang polisi berbaju rompi anti peluru menuruni tangga itu, mengikat kedua penjahat itu, maka tampaklah dari jendela apartemennya, dua orang penjahat entah kelas apa menjuntai juntai di bawa terbang helikopter,
"Hidup adalah rentetan penantian, tak ada yang lebih kuasa menandingi kekuasaan, setiap yang hijau gugur juga, setiap yang kuat rebah juga," wartawan itu membatin dalam hati, membersihkan diri, berganti baju tidur, dan setelah itu membiarkan mimpi benar-benar menguasai kelelahannya.
(HASIL keroyokan Widya, Rure dan Rika di grup wa keluarga Batok)
3 Rahasia Menulis Cerpen yang Bagus
Ada tiga cara yang bisa Anda lakukan untuk menghasilkan karya cerPen yang bagus:
Memilih Tema
Tema yang bagus ialah tema yang tak terpikirkan oleh orang lain. Di sinilah kita dikatakan sebagai orang yang berhasil melakukan imajinasi, mampu menghadirkan apa yang belum pernah dihadirkan orang lain, mampu menyajikan sesuatu dalam sudut pandang yang berbeda. Tema tentang kuliah, sekolah, di kampus, pacaran ABG dan seterusnya itu tema-tema biasa. Kenapa kita tak coba membuat cerpen tentang misalnya kisah seorang tukang jahit di istana presiden, kisah seorang petugas penembak mati kasus-kasus narkoba, kisah seorang istri pelaut di Selatpanjang yang selalu ditinggal suaminya, dan hal-hal lain yang belum pernah dipikirkan orang.
Memperindah deskripsi dan narasi
Sebelum menulis, ingat bahwa Anda akan menulis cerpen, bukan berita atau artikel. Cerpen ialah karya fiksi yang memberikan efek estetis bagi pembacanya. Jadi keindahan itu menjadi sesuatu yang penting untuk disampaikan. Caranya bagaimana? Pilihlah diksi, atau frasa atau kalimat yang indah. Sajikan dengan cara yang berbeda.
Misalnya, orang biasanya akan menulis ‘suatu hari’ pada awal kalimatnya, coba diganti menjadi ‘syahdan’. Akan terdengar lebih indah dan menarik.
Atau misalnya, ‘matahari terbit pagi itu’ kenapa tidak diganti dengan misalnya, ‘mentari merembasi pagi yang menguning. Dan sebagainya, masih banyak pilihan diksi, frasa atau kalimat indah yang bisa ditampilkan.
Lakukan eksplorasi lebih dalam
Eksplorasi, sajikan dengan detail setiap apa yang akan Anda tulis. Untuk bisa mengeksplorasi, maka Anda harus mengamati, melihat, memikirkan, membayangkan tentang sesuatu yang Anda tulis.
Contoh
Kita menuliskan, ‘hujan turun begitu deras’. Coba pikirkan seperti apa hujan yang turun deras itu, misalnya seperti garis. Maka kita bisa tuliskan, Hujan turun bergaris di wajahku. Lalu kita pikirkan lagi, seperti garis apa hujan itu, bagaimana bentuknya, dia akan mengenai apa saja.
Maka bisa kita tuliskan;
Hujan bergaris menyapu wajahku. Bening-bening yang membulir, meresapi pori-pori tubuhku yang kian ngilu. Dan seterusnya. Ada upaya menggali, melihat, membayangkan dan mengimajinasikan.
Oleh: Nafi’ah al-Ma’rab
BUNYI DALAM PUISI
Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Marjorie Boultan menyebut rima sebagai phonetic form. Jika berpadu dengan ritma, bentuk fonetik itu akan mampu mempertegas makna puisi (Waluyo, 1991:90). Pembicaraan tentang rima akan mencakup orkestrasi bunyi, simbol bunyi, kiasan suara, dan lambang rasa, sedangkan ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan dengan pengulangaan bunyi, kata, frasa, dan kalimat.
Bunyi dalam puisi berfungsi sebagai orkestrasi, yaitu untuk menimbulkan bunyi musik. Bunyi konsonan dan vokal disusun begitu rupa sehingga menimbulkan bunyi yang merdu dan berirama seperti bunyi musik. Dari bunyi musik murni ini dapatlah mengalir perasaan, imaji-imaji dalam pikiran atau pengalaman-pengalaman jiwa pendengarnya (pembacanya) (Pradopo, 1987:27). Dalam tataran ini dikenal dua kombinasi bunyi yang menghasilkan bunyi seperti bunyi musik, yaitu efoni dan kakafoni.
Efoni diartikan sebagai bunyi yang indah atau kombinasi bunyi-bunyi yang merdu. Orkestrasi bunyi merdu ini biasanya dapat atau untuk menggambarkan kerasaan mesra, kasih sayang atau cinta, serta hal-hal yang menggembirakan (Pradopo, 1987:28). Pada sajak-sajak MDDM orkestrasi jiwa ini ada yang bernada efoni, sperti rasa syukur, nikmatnya rindu, nada-nada optimis, juga yang bernada kakafoni seperti pada perasaan khauf (takut) kepada Allah dan berlindung diri kepada Allah daari kejahatan dunia dan kehidupan. Sebagai contoh, berikut ini salah satu sajak Kuntowijoyo yang bernada efoni:
8
Bidadari yang cerdik
mengirim buahan
untuk mata yang selalu menatap langit
dan hari esok semata pelangi
Maka tersenyumlah
karena duka terakhir bergegas mengundurkan diri
Dari engkau, bagai sutera, diterbangkan angin senja
Keberadaan vokal I dan a pada sajak di atas yang dikombinasikan dengan konsonan n, h, r dan bunyi sengau ng menghasilkan efek bunyi yang merdu yang menggambarkan kegembiraan. Kegembiraan itu adalah kegembiraan seorang hamba yang selalu ingat pada-Nya dan selalu memandang permasalahan kehidupan berdasarkan pandangaan-Nya /untuk mata yang sselalu menataap langit/. Untuk hamba yang seperti itu, hari esok akan dijelangnya dengan keindahan /dan hari esok semata pelangi/ dan keoptimisan. Keoptimisan dalam hal ini adalah sebuah orkestrasi yang sesuai dengan rasa keseluruhan sajak. Oleh karena itu, keyakinan ditanamkan pada aku lirik bahwa hari esoknya adalah kebahagiaan dan segala yang akan mengantarkannya pada kedukaan telah sirna /karena duka terakhir bergegas mengundurkan diri/. Ssetelah itu aku lirik mengalami ekstase, mengalami keringanan jiwa, dan kesucian /Dan engkau, bagai sutera, diterbangkan angin senja/. Begitulah nada efoni telah menjadi orkestrasi bagi kejiwaan aku lirik sebagai hamba yang dikaruniai rahmat, kesejahteraan, daan hidayah /Bidadari cerdik/ mengirim buahan/ untuk mata yang selalu menatap langit/.
Sebaliknya, dari efoni adalah kakafoni, yaitu kombinasi bunyi yang tidak merdu, parau, dan penuh bunyi k, p, t, s. Kombinasi bunyi ini dapat memperkuat suasana yang tidak menyenangkan (Pradopo, 1987:30). Untuk lebih jelasnya berikut ini sajak yang berkatafoni:
2
(Storrs—New York, 1973-1974)
Tuhan menjaga diriku
dari kejahatan bayang-bayang
gedung pencakaar, batu granit
lorong bawah tanah
dan gerbong usang
Dan Tuhan menjaga diriku
dari kejahatan angan-angan
Dari gadis dengan seekor anjing
dari rimah roti di tangan
....
Konsonan k, p, t, s yang berkombinasi dengan vokal a, I, u menimbulkan bunyi yang tidak merdu sehingga suasana yang terbangun adalah suasana khawatir, tidak menyenangkan, dan keinginan menjauh dari hal-hal yang jahat. Kejahatan-kejahatan yang dikhawatirkan oleh aku lirik menjadikan orkestrasi kejiwaan saja tidak merdu. /dari kejahatan bayang-bayang/gedung pencakar, batu granit/lorong bawah tanah/dan gerbong usang/ dan /dari kejahataan angan-angan/Dari gadis dengan seekor anjing/dari rimah roti di tangan/. Namun, dalam keseluruhan sajak nomor dua itu, tersirat sebuah nada tawakal (lihat 2.2.1.3) sebagai poros utama ide dasar sajak, yaitu dengan dihadirkannya larik-larik yang berbunyi Tuhan menjaga diriku. Dalam hal ini, pada sajak tersebut terdapat dua nada yang bertentangan, antara keyakinan, optimisme, ketawakalan, dan ketenangan, dengan kecemasan dan kelemahan. Pertentangan itu pada akhirnya dapat disatukan dengan satu aspek kakafoni sebuah bunyi. Dominasi pemaparan kejahatan menjadikan sajak tersebut lebih cenderung berkakafoni karena faktor bunyi konsonan k, p,t, s.
(Dari: M Irfan Hidayatullah, kipas,dari grup WA liksitera)
REKAYASA IMAJINASI
Kebanyakan pengarang cerpen tidak membuat konsep terlebih dahulu, baru kemudian diketik rapi ia akan langsung menuliskan cerpennya sampai selesai. Paling-paling setelah selesai hanya ada koreksi, seandainya (siapa tahu) ada kesalahan ketik, meskipun sudah dikoreksi sambil jalan. Koreksian ini semakin tidak menjadi masalah berat lagi sejak komputer telah menggantikan peran mesin ketik.
Bagi orang yang terbiasa membuat konsep terlebih dahulu, baru kemudian mengetik rapi (biasanya bukan penulis prosa), menuliskan ide secara langsung merupakan hal yang istimewa di mAtanya. Karena itu sering datang pertanyaan kepada pengarang cerpen "Apakah Anda tidak menuliskan konsep terlebih dahulu?" bagi pengarang,pertanyaan itu sangat konyol, karena baginya menulis cerpen berarti telah punya konsep di kepalanya. Untuk apa ditulis dua kali? Bukankah kalau seorang "pemburu" telah menemukan pelatuk senjatanya ia segera menembak
GAYA DANARTO
Danarto memiliki tempat tersendiri dalam sastra mutakhir Indonesia. Ia menampilkan GAYA yang baru sama,sekali dengan tema yang jarang atau bahkan sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh pengarang Indonesia yang lain. Demikian antara lain ditulis oleh editor penerbit Balai Pustaka yang menerbitkan buku kumpulan cerpen Sunarto, "Adam Ma'rifat".
Pengarang yang berasal dari Sragen Jawa Tengah itu (lahir, 27 juni 1940) percaya bahwa cerpen bisa memberikan pencerahan. Katanya lagi, penulis cerita rekaan perlu mempelajari dan mengerti banyak hal. Ia juga,disinyalir oleh kritikus Amerika Burton Raffel dalam Asian Wall Street Journal (28 Februari 1980) sebagai eksperimentalis, & cerpen Danarto mempesona, melebihi cerpen terbaik yang ada di Eropa maupun Amerika saat ini.
Menilai cerita pendek tidaklah perlu harus mengetahui latar belakang kehidupan maupun pandangan penulisnya. Bertolak saja dari karya-karyanya, sudah cukup. Hasilnya bisa bertentangan seratus persen dengan kemauan pengarangnya. Bagi saya, subyektifitas sangat penting ng (Danarto dalam pengantar "Adam Ma'rifat).
Berapa pun Danarto menyatakan pendapatnya bahwa menilai cerpen tidak perlu harus mengetahui latarbelakang kehidupan maupun pandangan penulisnya, pembaca cerpen Danarto tidak bisa menghindari diri dari pertanyaan sekitar tema yang dipilihnya. Sekurang-kurangnya pembaca akan dapat menduga-duga., dalamnya pengetahuan penulis hingga melahirkan cerpen yang begitu bagus dekat dengan dunia santri jawa, bersuasana mistis-religius.
Untuk mengenal lebih dekat dengan cerpen-cerpen Danarto, marilah kita simak beberapa penggalan cerpen "Mereka Toh Tidak Mungkin MenjAring Malaikat" berikut ini:
Akulah Jibril, yang pada suatu hari melihat sebuah sekolah dasar yang anak-anaknya sedang menampar pikirannya, maka ditunjukkan layang-layangkan seperti hendak menyerbu layang-layang yang lain, tepat di tengah atap itu: brag-brag-brag beberapa genting kuperintahkan jatuh, tentu saja keunikan tidak mengenai mereka, melainkan kepingan-kepingan itu biarlah jatuh di lantai saja. Mereka jadi terkejut, semuanya menengok ke atas yang tanpa langit-langit itu, hingga lubang yang menganga itu menghantarkan sinar matahari ke dalam. Setelah itu dikirimkan hujan khusus lewat kupang atap itu. Mereka bubar keluar.
Di halaman sekolah, guru dan murid-murid itu terheran-heran memandang ke langit. Bagaimana mungkin ada hujan setempat yang begitu kecil, demikian mereka saling berkata, yang,semuanya disambut dengan tersenyum saja. Yang menyenangkan adalah pikiran guru dan murid-murid itu menjadi segar dan kemudia mereka ramai-ramai belajar di sebuah bukit yang rimbun di seberang halaman sekolah. Sebenarnya itulah yang kehendaki. Mengapa mesti belajar di dalam kelas saja? Apakah padang rumput yang luas itu bukan kelas?
GAYA HAMSAD RANGKUTI MENULIS CERPEN
Penulis Cerpen dan novel serta pimpinan redaksi sastra dan budaya "Horison" ini adalah pengarang beraliran realis saja. Akan tetapi di balik kesederhanaan bahasanya, terselip humor-humor satire yang menggelitik dan daya kejut yang menyaran pembaca. Ide cerita dan latar serta persoalan yang sering diangkat Hamsad Rangkuti dalam cerpen-cerpennya adalah mengenai masyarakat golongan bawah. Bahasanya ringan, menggelitik dan tokoh-tokoh ceritanya digambarkan dengan gaya karikatur. Selalu ada hal-hal yang sumbang terjadi di tengah masyarakat seperti kekuasaan, materialisme, dan dekadensi moral, dikritiknya secara halus.
Dalam kumpulan cerpen Hamsad Rangkuti Lukisan Perkawinan (Sinar Harapan, 1982) terlihat keistimewaan Hamsad dalam membangun plot cerita. Salah satu keistimewaan itu adalah kemampuan Hamsad menyuguhkan peristiwa-peristiwa aneh yang jarang dipikirkan orang, yang dialami oleh tokoh-tokoh ceritanya. Kritikus Yakob Sumarjo dalam,suatu ulasannya mengenai kumpulan cerpen Hamsad Rangkuti Lukisan Perkawinan antara lain mengatakan:
".... Harus diakui bahwa Hamsad Rangkuti bukanlah pengarang jenis hiburan yang karyanya bisa dibuang sehabis,membaca. Kekuatan Hamsad dalam mengamati dan menilai kelakuan manusia harus diakui sebagai matang." (Yakob Sumarjo dalam Horison no.4/1993, "Lukisan Perkawinan" Hamsad Rangkuti)
Salah satu cerpen Hamsad yang memberikan kesan mendalam adalah Putri Tukang Cukur. Dalam cerita ini, gadis yang membenci profesi ayahnya sebagai tukang cukur dan ingin menjadi istri pegawai negeri, dalam malam perkawinannya menemukan kenyataan bahwa suaminya memang pegawai negeri, tetapi pekerjaannya mencukur para pegawai di istana. Ketika pengantin putri itu menggugat, suaminya menjelaskan:
"Aku tidak ingin merusak impianmu. Lagi pula menurut perkiraanku, kau tentu tidak akan mengetahuinya. Aku hanya,ingin menjaga impianmu. Dan ku harap kau sudah terbangun dari tidurnya."
Pengakuan suaminya itu terlahir karena sebuah kado perkawinan yang mereka terima adalah seperangkat alat-alat cukur. Di sini kelihatan kematangan Hamsad dalam melihat sisi kehidupan yang kadang-kadang terkandung rasa humor yang dalam.
GAYA PUTU WIJAYA
Putu Wijaya adalah seorang pengarang cerpen Indonesia yang paling produktif. Selama lebih kurang tiga puluh tahun ini, cerpen-cerpennya merajai penerbitan cerpen di media massa. Salah satu ciri khasnya ialah memberi judul cerpen dengan sangat pendek, terdiri dari satu kata saja. Demikian juga judul novel-novelnya, kalau perlu terdiri dari satu huruf saja. Ia juga menulis naskah drama dan film. Menulis Cerpen bagi Putu adalah pekerjaan rutin seperti makan, berak, tidur dan jalan.
Hampir semua cerpennya menarik untuk dibaca. Plot ceritanya tidak berbelit, daftar saja tapi punya daya holistik yang tinggi. Cerpen-cerpennya kadang seperti dongeng, namun moderen dan enak dibaca sendiri atau mendengarkan orang lain membacakan. Kalimat-kalimatnya pendek dan lugas. Coba kalian simak petikan cerpen Putu berikut ini:
Nyonya terkejut.
"Ulang tahun? Ulang tahun untuk apa?" tanyanya dengan heran.
Roh kini memeras ingus yang ada di hidungnya. Sudah itu dia duduk sengaja menghentikan pekerjaannya sebentar. Rupanya ingin menunjukkan kesungguhan penderitanya.
"Begini Nyonya. Ini maaf, tapi ini kan kenyataan. Nyonya,sendiri selalu menasehati saya,supaya menerima kenyataan. Lebih mudah hidup menerima kenyataan. Begitu kata Nyonya bukan? Barangkali Nyonya sudah lupa."
"Tidak, aku ingat. Memang harus begitu. Tapi tadi kau bilang ulang tahun, maksudmu bagaimana?"
Petikan cerpen tersebut berasal dari cerpen Putu berjudul Roh yang merupakan lampiran buku ini. Selanjutnya dapat dibaca secara lengkap untuk GAYA penulisan Putu Wijaya. Di samping kalimatnya pendek-pendek dan lugas, tokoh-tokoh yang muncul pun amat beragam. Mulai dari kelas yang paling kere sampai konglomerat, semua tokoh itu hadir dengan wajah karikatural, meski tidak demikian semua cerpen Putu.
Bagi Putu Wijaya,
"Sebuah cerpen adalah bagaikan mimpi baik dan mimpi buruk. Tidak terlalu penting urutan, jalinan karena kadang-kadang ada dan kadangkala tidak, yang utama adalah pekabaran yang dibawanya, daya pulau, daya magis, tampil, ibarat, tikaman jiwa, firasat dan berbagai efek yang dibrondongnya menyerang siapa yang mengalami mimpi itu. Ia bisa gamblang, jelas secara mendetail dan persis melukiskan apa yang akan terjadi, tetapi ia juga bisa kebalikan atau buram sama,sekali sebagai sebuah ramalan yang memerlukan tafsir. Cerita Pendek adalah teror mental kepada pembaca......"
Petikan itu merupakan kredo Putu Wijaya yang ditulisnya pada awal halaman kumpulan cerpennya "Gres". Seperti apa yang dikatakannya, memang betul, karena cerpen-cerpennya hampir selalu "menelan janji" manusia sebagai tokoh yang ditampilkannya. Seolah-olah Putu mampu membaca mimpi-mimpi tokohnya dengan persis. Manusia dalam cerpennya sebagaimana manusia,sesungguhnya, tanpa berselimut dengan apa yang dinamakan kepribadian, gengsi atau topeng.
Selain ditunjang oleh GAYA bahasanya yang lincah mengalir nakal, dialog-dialognya hidup dan adakalanya sangat kocak. Berikut ini kita simak dialog antara seorang pembantu rumah tangga yang tentu saja tidak terdidik dengan nyonya majikannya:
"Umurku berapa sekarang?"
"Berapa ya Nyonya, mestinya ya dua puluhan begitu, atau sembilan belas ya?"
Nyonya tersenyum.
"Aku kira kamu ini sudah duapuluh lima."
"Aku tigapuluh lima."
"Ya deh, kalau begitu mungkin saya sudah dua puluh lima. Tapi masa saya lebih tua dari si Dul. Dia saja baru duapuluh empat. Mungkin saya baru duapuluh dua. Dua puluh dua dah rasanya Nyah!"
"Kamu ini gimana, umur kok ditawar-tawar."
GAYA penulisan Putu Wijaya sangat khas, baik dalam novel, naskah sandiwara, maupun dalam cerpen-cerpennya yang tersebar di mana mana serta dalam kumpulan berbentuk buku, seperti Gres, Bom, Es, dan lain-lain. Saking khasnya gaya Putu, ketika disodorkan orang ganti ng an cerpennya, pembaca perta Putu pasti tahu bahwa itu milik Putu Wijaya.
(Kiat Menulis Cerpen-hal : 72-75)
AYSA
MASIHKAH KITA INGIN
Minggu, 22 Januari 2017
CINTA
bahwa ia tak akan datang
di malam larut ini
sewaktu cengkerik bernyanyi jemu
aku tetap pergi ke pintu
menunggu
PROSES YANG HARUS DILALUI SEORANG PENYAIR
SIKAP HIDUP
Kami minum bersama ketika aku masih sadar.
Kalau aku sudah mabok kami berpisah.
MEREKAM OBJEK
Dalam kehidupan sehari hari banyak dijumpai orang orang yang senang bercerita, terutama dalam proses berkomunikasi antar sesamanya. Si penderita tak jarang membubuhi bahan percakapannya dengan hal-hal di luar fakta. Kadang-kadang si penderita dijuluki oleh orang-orang sekelilingnya sebagai "si pembuka" Karena sikapnya yang suka melebih-lebihkan suatu bahan omongan. Untuk mengatakan bahwa telor ayamnya besar, ia pakai bahaya bergaya hipersomnia: "Telor ayam saya sebesar-besar tinju!" Begitu juga dengan deskripsi suatu peristiwa yang pernah dilihatnya lalu diceritakannya kembali, atau menceritakan pengalaman pribadi kepada orang lain, senantiasa menjadi lain, lebih hidup dan bersemangat.
Mungkin si pendengar tidak percaya seratus persen terhadap cerita si pembuka. Akan tetapi diam-diam di dalam hati si pendengar merasa senang. Ada semacam rasa senang dikibulin. Bahasa yang dipakainya enak. Tekanan suaranya meyakinkan. Ceritanya menarik, apalagi dibumbui oleh akting yang mempesona. Maka si pembuka itu sebenarnya adalah "sastrawan lisan" yang berbakat. Ia akan lebih berhasil menjadi sastrawan lisan jika ia mengarahkan keterampilannya itu menjadi seorang tukang cerita seperti Tukang Kabarin di daerah Minangkabau, yang mengembara dari desa ke desa membawa dan menceritakan kabarnya melalui lisan dan bantuan kakak musik yang amat,sederhana. Di daerah lain terdapat juga sejenis sastrawan lisan tersebut dan hidup subur sampai budaya tulis mulai merata.
Selanjutnya, hampir di,seluruh dunia berkembang masa kanak-kanak dengan "dongeng nenek" masa kanak-kanak adalah suatu tahap perkembangan manusia yang pada masa itu imajinasi mulai berkembang dengan pesat. Dongeng betul-betul hidup di sanubari anak-anak. Bahkan seringkali anak-anak dapat membedakan mana dunia dongeng dan mana dunia nyata. Dunia dongeng dan dunia nyata seakan-akan bersatu.
Secara bertahap, dari dunia dongeng nenek secara lisan meningkat ke bahan bacaan anak-anak ketika seorang anak telah mengenal bahasa tulisan. Begitulah seterusnya hingga dewasa dan memilih bacaannya sendiri.
Barangkali, bakat bercerita si pembuka sebenarnya adalah bakat alami yang dimulai sejak zaman dongeng nenek. Jika saja,si pembuka beruntung melanjutkan minatnya membaca dongeng dan berlanjut dengan memilih bahan bacaannya sendiri, besar kemungkinan ia kana tumbuh menjadi seorang penulis fiksi atau sastrawan tulis. Hal ini cukup beralasan karena hampir semua sastrawan indonesia pada awalnya mempunyai kebiasaan membaca fiksi sedari kecil, tidak soal apakah fiksi dongeng atau fiksi modern.
Dengan banyak membaca yang diasah terus menerus, seseorang akan memilih kekayaan batin melebihi orang lain yang tidak mengembangkan minta bacanya. Orang yang memiliki kekayaan batin juga lebih peka dan kritis terhadap lingkungannya. Mungkin bagi seseorang yang memiliki kekayaan batin akan melihat suatu peristiwa biasa sebagai suatu yang besar, sangat mendasar, dan perlu dipersoalkan.
Dari pengalaman membaca, sadar atau tidak seseorang beroleh banyak kaca banding dalam hidupnya. SaTu hal lagi yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan berbahayanya akan berkembang lebih baik dan memiliki kosa kata melebihi rata-rata yang dimiliki orang kebanyakan.
Pengalaman batin, kepekaan terhadap lingkungan dan kekayaan bahasa adalah aset seorang pengarang yang akan digunakannya ketika dorongan untuk menulis itu tiba. Segala peristiwa yang dianggapnya menyentuh dan perlu dipertanyakan dan dipersoalkan, serta keganjilan, ketidakseimbangan dan sisi-sisi lain dan fenomena sosial yang terlihat oleh mata batinnya, akan terekam dalam sambutannya. Tekaman-rekaman yang tak sengaja itu,suatu saat akan keluar setelah "pemicunya" tertarik oleh suatu sebab.
Banyak cerpen bertemakan kepincangan sosial berasal dari rekaman pengarang terhadap ketidakpuasannya terhadap kenyataan. Dalam cerpen jenis ini biasanya pengarang menempatkan diri,sebagai orang ketika, sebagai pengamat. Sungguhpun demikian, tidak tertutup kemungkinan pengarang menempatkan dirinya,sebagai tokoh Aku. Sebagai contoh cerpen Hamsad Rangkuti yang berjudul Rumah Jamban dalam majalah Horison edisi juni 1993. Dalam cerpen ini tokoh aku menceritakan tingkah laku tokoh utama,sebagai korban berkali-kali penggusuran perumahan kumuh di Jakarta.
Hamsad Rangkuti mendapat ide dari rekaman batinnya selama bertahun-tahun sebelumnya tinggal di Jakarta. Sementara pemicunya/ pelatuk yang menyebabkan iseng meledak adalah rasa prihatinnya yang dalam ketika menyaksikan kerabatnya ikut jadi korban guyuran, atau memang dialaminya sendiri.
Untuk merekam objek yang dijadikan bahan baku cerpen dan novel, perlukah pengarang atau calon pengarang mengalami peristiwa itu agar karyanya menjadi lebih mendekati realita? Mungkin ada benarnya, namun tak selalu begitu. Memang ada pengarang yang sengaja mengalami suatu pengembaraan asing untuk mendapatkan inspirasi yang unik seperti yang dilakukan pengarang Emile Zola yang hidup bersama buruh tambang sebelum melahirkan novelnya Germinal. Demikian juga dengan pengarang Devtroyeski, bergaul dengan orang-orang hukuman hingga akhirnya melahirkan banyak novel.
Sebagaimana pendapat para ahli, sastra lahir dari sumber pengalaman sastrawan sendiri, baik dalam bentuk pengalaman lahirlah, maupun pengalaman batiniah (Semi, 1984:14) . Pengalaman batin juga merupakan kekayaan yang tak ternilai harganya. Ia didapat dari media lain, mungkin audio atau audio-visual, buku buku bacaan dan hasil tuturan orang lain. Pengarang kisah-kisah suku Indian Karl May ternyata belum pernah ke Amerika ketika selesai menulis kisah-kisah tentang suku-suku asli yang hidup di benua Amerika itu.
Sebenarnya untuk merekam obyek yang akan dijadikan bahan tulisan cerpen tidak perlu pergi jauh jauh. Cukup mengamati hal menarik secara intens. Misalkan seseorang ingin menulis tentang seorang pembantu rumah tangga. Amati saja tingkah lakunya sehari-hari dan pastilah terekam di dalam sanubari. Amati juga jalan pikirannya melalui percakapan, caranya berbicara dan kalau perlu keinginan-keinginannya sebagaimana layaknya seorang pembantu rumah tangga,yang sederhana. Sederhana dalam,segala hal, pendidikan, cara berpakaian, kesukaannya dan,sebagainya. Seandainya suatu saat ada keinginan untuk menulis. Cerpen tentang seorang pembantu disebabkan ada yang menggelitik, pengarang telah mempunyai modal berupa bahan mentah.
Ditulis ulang oleh Rudi Rendra, dari buku Kiat Menulis Cerpen: Harris Effendi Thahar hal 21-26
PENULIS CERPEN HARUS MENEMUKAN PELATUK BATINNYA, UNTUK...
Ibarat sebuah senjata api yang telah berisi peluru tinggal menarik pelatuk saja, ia segera akan menyalak. Budi Dharma mengibaratkan begitu, seorang penulis akan mulai menulis apabila ia menemukan pelatuk batinnya. Demikian pula halnya apabila suatu saat yang tidak disangka-sangka seorang pembantu berkata kepada majikannya: "Nya, boleh saya mengadakan pesta ulang tahun saya minggu depan di rumah?"
PERTANYAAN dan harapan pembantu rumah tangga itu seperti tidak biasa. Keinginannya terasa aneh, karena selama ini pembantu rumah tangga dunianya hanyalah bekerja dan bekerja. Sejak bangun subuh ia telah mulai bekerja dan baru berhenti ketika rumah sudah senyap dari kegiatan sehari hari, di malam hari. Tapi, anehkah jika seorang wanita muda,sebagai pembantu rumah tangga punya keinginan seperti remaja-remaja gedongan? Bukankah keinginan itu manusiawi sekalian akan tetapi, ia merupakan pemicu yang baik untuk memulai menarik pelatuk pesawat menulis cerpen.
Pelatuk itu ternyata telah dipicu oleh Putu Wijaya hingga menghasilkan sebuah cerpen yang amat menarik dan mengharukan, sekaligus menggelikan. Cerpen itu berjudul Roh yang terhimpun dalam buku kumpulan cerpen Putu Wijaya, Gres. Cerpen itu terasa begitu unik, tapi sebagai pembaca akan terkesan dibuatnya karena dialog-dialog, ti ng kah laku Roh yang menjadi tokoh utama, betul-betul cocok dengan karakter wanita muda pembantu rumah tangga secara umum di mana saja di Indonesia ini.
Hal ini menunjukkan bahwa deskripsi Putu Wijaya tentang tokoh begitu,sempurna terungkap karena rekamannya terhadap obyek selama ini amat bagus. Rekaman itu dikeluarkan kembali saat menuliskannya menjadi sebuah cerpen dengan alat yang bernama imajinasi. Akan lain halnya deskripsi Putu tentang wanita pembantu rumah tangga di Amerika atau di salah satu negara Eropa yang makmur. Paling tidak, terdapat perbedaan hubungan kerja antara pembantu rumah tangga dengan majikan. Di Indonesia, hubungan antara pembantu dan majikan terhadap jurang sosial ekonomi yang menganga cukup dalam. Sementara di barat tidak, hubungan pekerja dan majikan sangat jelas diatur oleh undang undang dan dijalankan secAra konsekuen oleh setiap warganegara.
Pelatuk sebenarnya adalah momen-momen puncak inspirasi menulis disebabkan oleh suatu sebab. Sekecil apa pun sebab itu, tetapi mampu membuat,seseorang pengarang yang telah terbiasa mengasuh imajinasi untuk menulis.
Dicatat ulang oleh Rudi Rendra dari buku Kiat Menulis Cerpen yang ditulis oleh : Harris Effendi Thahar, hal: 26-28
ANTARA FAKTA DAN IMAJINASI
Berangkat dari anggapan bahwa karya sastra merupakan refleksi dari dunia nyata atau realita, maka cerpen sebagai salah satu bentuk fiksi juga berangkat dari pelabuhan yang sama. Semua realita adalah fakta yang kita temukan dan kita catat setiap saat, pada suatu saat, jadilah ia catatan sejarah. Sama halnya dengan mengabaikannya dalam bentuk foto, maka suatu objek dalam suatu saat akan tergambar persis seperti apa yang tertangkap dalam kamera. Katakanlah misalnya rekaman foto di suatu tempat wisata yang terkenal membelikannya, sementara dalam waktu yang sama dan objek yang sama seorang pelukis juga mengabaikannya dalam kanvas.
Hasil foto dan lukisan dari objek yang sama bisa sama, tetapi bisa amat berbeda. Hasil foto merupakan rekaman atau fotokopi, sementara lukisan adalah tiruan yang telah terkontaminasi oleh imajinasi,pelukisnya. Siapa tahu lukisan itu dikomentari menikmatinya jauh lebih indah dari objek aslinya. Boleh jadi pelukisnya telah menambahkan atau mengurangi unsur unsur objek menurut imajinasi dan kemampuan teknik yang dimilikinya. Hasil lukisannya Itu layak disebut karya seni, sementara hasil foto tetaplah disebut foto.
Lebih jauh, ada kemungkinan sang pelukis tidak melukis di depan obyeknya, melainkan membuat sket kasar di atas kertas berukuran kecil untuk kemudian dipikirkannya ke atas kanvas bila sudah sampai di studio. Bahkan, bagi sebagian pelukis cukup membuat sket di dalam kepalanya untuk dituangkan kembali ke atas kanvas Kapan Kapan saja ia merasa patut dituangkan menjadi lukisan. Setelah tertuang di atas kanvas, lukisannya menjadi "lain" sama sekali bila dibandingkan dengan objek yang pernah dilihatnya. Seseorang yang pernah pergi ke objek lukisan dapat merasakan bahwa itu objek yang pernah dilihatnya, tetapi entah apanya yang menyebabkan lukisan itu jauh lebih hidup?
Manusia adalah makhluk meniru. Dengan daya imajinasi manusia dapat menciptakan sesuatu yang lain dari "kepengurusannya" itu menjadi,sesuatu yang berharga. Tanpa imajinasi, tidak mungkin manusia dapat menciptakan pesawat terbang, dan,sebagainya. Karya-karya seni pun lahir dari fakta dan Imajinasi, termasuk seni sastra. Karena fiksi (termasuk cerpen) juga berangkat dari fakta yang terhimpun dalam pengalaman batin seseorang pengairan, lalu dikreasikan (to create) kembali dengan imajinasinya sehingga menjadi sesuatu yang hidup, suatu kenyataan baru yang kita sebut fiksi. Persoalannya sekarang, apakah fiksi itu dapat meyakinkan pembaca atau tidak. Karena, ia telah menjadi dunia tersendiri yakni dunia fiksi yang otonom. Tidak dapat tidak, ia mempunyai logika,sendiri, yaitu logika fiksi.
Karena manusia tidak dapat hidup tanpa melepaskan imajinasi,dalam kesehariannya, maka fiksi dapat kita jumpai setiap saat di mana saja. Mulai dari anak-anak sampai orangtua, dari kuli pelabuhan sampai pejabat pemerintahan yang senantiasa berpakaian sadari, kita,simak unsur-unsur fiksi yang keluar dari mulutnya. Karena itu sering kita dengar adanya laporan fiktif dari suatu instansi.
Laporan fiktif artinya adalah data faktual yang dimanipulasi dengan imajinasi. Kalau begitu, pantaskah fiksi disebut sebagai bukan kebenaran alias kebohongan? Secara garis besarnya, iya! Akan tetapi, dipandang dari,sudut fiksi itu sendiri, ia juga punya kebenaran, karena juga memiliki aspek-aspek kausalitas atau hukum sebab akibat.
Persoalannya sekarang,,apakah fiksi bisa dipertentangkan dengan fakta? Irwanto Dewanto menulis dalam pengantar cerpen pilihan Kompas 1992 mengatakan bahwa fiksi dapat dipertentangkan dengan fakta. Akan tetapi, menurut Nirwan, kita bisa melihatnya dari sudut lain. Karya fiksi tidak hanya menerima masukan dari fakta, akan tetapi juga mempersoalkan fakta, bahkan menggugat kebenaran fakta atau kenyataan. Fiksi tidak hanya mengungkapkan kembali fakta, tetapi mempertajam pengalaman-pengalaman yang,sudah terlalu biasa dan rutin.
Pertama pengalaman yang terlalu biasa dan rutin dapat disimak dari paragraf pertama Putu Wijaya yang berjudul "Los" berikut ini:
" Seorang gadis datang kepada ibunya dan berkata begini: "Bu, apakah i i masih suci waktu kawin dengan ayah?"
Dikatakannya semua itu dengan tulus. MAtanya besar seperti mata ikan koki yang bodoh. Dipinjamkan sedikit, tapi bukan karena malu. Ia baru saja datang dari latihan main basket.
Dari pengalaman kenyataan, hal ini tidak akan gamblang itu, tetapi dalam fiksi cerpen yang memang harus padat dan efektif bagi kepentingan pembaca, penajaman itu jadi begitu perlu. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa ketika suatu karya fiksi selesai ditulis, ia telah menjadi suatu yang lain. Tidak lagi merupakan fotokopi realita atau realitas objektif, namun telah menjadi suatu realita baru yang disebut dengan realitas estetis. Realita baru dari hasil kreasi yang diramu dari dunia nyata yang dapat diraba.
Note: ditulis kembali oleh Rudi Rendra dari buku Kiat Menulis Cerita Pendek : Harris Effendi Thahar, penerbit Angkasa Bandung, hal: 16-19.
Sabtu, 21 Januari 2017
MEMBELI JAS DI KEDAI MIMPI
SEGELAS JUS DI PUISI BIRU
Ini malam ahad
anak kekinian cakap malam minggu
Bulan di atas atap panggung
membentuk tanggal limabelas rabiul akhir: tak terasa pejam celek pejam jelek terpahat kerut usia
Padang bulan bias
berjermin malu dalam gelas
malam ini kok kelabunya buas
"Mas, mau pesan apa?"
"Oh segelas jus jeruk saja, tidak usah dicampur susu, supaya..."
"Supaya apa mas?"
"Supaya hehe"
"Ada yang lain?"
"Jus saja, masih kenyang" padahal krisis tengah bulan sudah melanda, nak pesan apa tak bisa.
Jus jeruk datang
aku duduk seorang
di meja yang seharusnya ada empat orang
malah diisi mambang jembalang
Kenapalah jus Jeruk ini terlampau manis
bukankah aku sudah manis
(Awas kalau ada yang bilang kata siapa?)
Jus tinggal setengah, serupa dengan agamaku yang belum penuh
kukeluarkan sebuah buku
Supaya kelihatan waspada kalau ditanya, "Sendirian aja Mas?"
WADHUHA
terbangun
dengan peranjat
di ujung rambut
padahal semalam
sebelum tidur
tingkap telah katup
pintu pun ditutup
kekhawatiran tetap saja
mudah masuk
waktu selalu mampu
meniup tipu siuman:
subuh merasuk
jadi gigil di hatimu
sesal menyusul
suruk akan badai amuk
DIRIMU
MIMPIKU MENIKAHI MASA LALUMU
MIMPIKU MERNIKAHI MASA LALUMU
"Pura-pura dalam perahu?, ya kura-kuralah mimpimu"
"Manapula, mimpi inilah kepunyaanmu"
TARUNG TERANG DALAM LAMBUNG ABDI
aku tarung di lambung abedi
sekuat apa pun kau memekaktulikan ruang dengar
semakanan apapun kau sumpal mulutmulut lapar
sepasung apapun kau rantai rakaat sholat
takkan berhenti untuk azan
: hayya 'alasshalah
Badai angin menyamarkan dengar
terbangku kalangkabutan
tak bisu aku nyaring sarangkan
tak pernah lelah kepakkan roja
walau kau hapus hurufhuruf
zikir zakarku tawadhu khauf
memanggil jamaah burung gereja berhimpun dalam rapat safsaf siaga
sujud ini jarak terdekat
dengan yang Maha Kuat
gema suara burung gereja
panggilan menuju kemenangan
sekuat apapun kau serang sarangsarangku
bertahan aku bertahan
tapi aku lebih memilih azan di masjid dan surau mereka
akulah burung gereja
membawa titah Tuhan
terarsir di deru mesin kota
sering mengintai di gereja
tapi di masjid azanku beroleh izin
hinggap di celahcelah ventilasi udara
: hayya 'alal falah
GURINDAM: GUGUR TERENDAM DENDAM
Di waktu buntu penunjuk jalan
SETELAH NONTON FILM MOON LOVERS
[20/1 20.34] rudi rendra: "Ketika air sudah mengering, duduk dan lihatlah awan yang naik" ini scane yang sangat menarik, menyalin kaligrafi dari pangeran ke-4, ingat teknik ini waktu belajar kaligrafi arab di pesantren, sama persis, satu lagi, wanita memang mengingat janji yang paling hebat, jangan,sekali kali berjanji pada wanita, diamnya sangat menyiksa, hu hu, luar biasa drama nyaπ
[21/1 17.21] rudi rendra: Kalau lah betul lukisan lukisan kerajaan goreo itu, jadi betapa sudah,maju peradaban korea pada saat itu, daya,seni yang tinggi, ahli,sejarah yang mencatat dengan,detil tiap kejadian dikerajaan, ciri ciri setiap,pangeran juga rasarasanya juga tercatat dengan teliti, kalau semasa di alam ruh boleh memilih membaca masa depan, maka kita akan memilih lahir di koreaπ , film ini skenenarionnya rapi, sangat terasa betapa kesungguhan penulisnya menjebak kita untuk salah menebak, semula saya,angkuh menebak Wook yang paling kejam, tapi ternyata yang paling kejam ya penonton yang menuduh kejam,π, satu hal lagi, kenapa rata rata K drama, mampu mengaduk aduk perasaan penontonnya? Kalau boleh berpendapat, 1. Karena simphoni susunan hentakan khas K-Pop yang tersusun sangat rapi, di tiap kejadian, terasa harmoni, disesuaikan dengan peristiwa2, yang ke2 angel kameranya sudah tak diragukan lagi, potongan2nya juga ciamik, sudut pengambilan gambar yang wah, entah bila dikejar Tanjungpinang, masa depan perfilman sangat cerah, maka untuk generasi kedepan yang masih mampu memilih taksinya mau kuliah di mana, jurusan perfilman dan segala hal yang berkaitan dengan film, sangat memiliki masa depan yang cerah, tinggal ideologi kita yang harus menjadi raja, di hati dan pasaran pemahaman ramai, terimakasih sudah merekomendasikan Drama INI. Saya banyak belajar makna hidup dengan fun, gomapsamnidaππ»