ORANG-ORANG YANG TAK ADA DI DALAM SEJARAH
Siapa
mereka orang-orang yang tak ada di dalam sejarah?
Mereka
adalah orang yang bekerja, setiap hari bekerja, sampai lupa kiri dan kanannya
sedang terjadi apa, dia selalu melewati jalan yang sama setiap hari, memandang
ke bawah bila berpapasan dengan tetangga, tersenyum pun tidak, dia berlalu saja
menuju kantornya, menjalani rutinitas yang itu-itu saja, tak ubahnya lembu,
yang hidungnya dicucuk dengan besi panas, untuk menuruti kemauan tuannya
membajak sawah, dia makan gemuk, bila tiba saatnya mungkin dia akan dipotong,
lalu tinggallah tulang belulang tanpa makna. Akhir bulan ia mendapat uang dan
begembira, membeli makanan, manis-manisan, menonton hiburan, hingga televisi
yang menontonnya tertidur, mereka jarang olahraga hingga akhirnya terkena
penyakit darah tinggi glukosa. mereka tak tercatat dalam lembar penting
sejarah.
Mengapa
mereka tak tercatat dalam sejarah?
Karena
kehadirannya tak dirasakan orang yang ada di sekitarnya, tidak ada karya yang
membuat dia patut dikenang sebagai orang yang berjasa demi kepentingan ramai. Sebenarnya
mereka tercatat juga dalam sejarah, tapi tidak sebagai tokoh utama; melainkan
figuran yang hadirnya hanya sedikit dan tak memainkan peran yang begitu
penting, ibarat kata hanya penggulung kabel atau kalau dalam film ya bertugas
untuk meramaikan suasana saja tanpa dialog. Setiap kita seharunya jadi tokoh
utama, memegang peranan tertentu sehingga membuat orang lain merasa berbeda
jika kepergian orang ini bertandang di hari-hari normal mereka.
Orang-orang
yang tercatat dalam sejarah?
Mari
kita ziarahi orang-orang yang tak bisa kita jumpai, mereka yang terbaring di
tanah, menanti kita memaknai arti tulang-belulang sejarah. Mereka sering kita
panggil pahlawan, ilmuan, dan macam-macam, Sebut saja beberapa orang yang kita
kenal terdahulu yang penemuannya hingga kini masih dimanfaatkan orang ramai,
dalam Islam kita mengenal konsep pahala yang terus mengalir dengan istilah pahala jariyah, pahala yang terus
mengalir walaupun jasadnya telah berkalang tanah.
Lalu
apa supaya tercatat dalam sejarah kita berkontribusi? Supaya dikenang setelah
mati? Tidak salah sebenarnya berniat demikian, tapi sebagai seorang yang
beriman, tentu itu bukanlah tujuan yang tepat, umur yang diberikan Tuhan, tentu
tidak sekedar berlalu dengan tanpa kesyukuran, nah salah satu bentuk kesyukuran
atas nikmat kesempatan adalah dengan melakukan hal-hal yang bisa dimanfaatkan
orang lain, memberi ilmu yang bermanfaat untuk orang lain, bukan untuk dikenang
kita berbuat, tapi sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat kesempatan yang Tuhan
berikan.
Banyak
orang yang berbuat untuk kebermafaatan yang luas, penemuannya masih digunakan
hingga kini, tapi sama-sama berbuat belum tentu hasil akhirnya sama, mengapa
demikian? Sebab landasan berbuatnya berbeda. Sebagai muslim kita meyakini
konsep tauhid, segala perbuatan yang kita lakukan tak lain tak bukan bermaksud
hanya untuk memperoleh keridhaan Tuhan, maka baginya sesuai dengan apa yang dia
niatkan. Kita membayangkan seandainya ilmuan yang menemukan bohlam lampu itu
seorang muslim, tentu kuburannya dibanjiri dengan ganjaran yang tak
henti-henti.
Di
dunia ini ada orang yang dia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit,
siapa dia? Dan apa yang membuatnya di kenal penduduk langit?
Dia
adalah orang yang senantiasa rupawan di sisi Tuhan, orang yang lebih bersenang-senang
dalam genang linang air mata sujud,
wajah mereka memang sering tak
masyhur di bumi, sering diserang caci maki, akan tetapi di langit dia
diperebutkan bidadari, orang inilah yang pertamakali memperkenalkan kesejatian makna
anti mainstream, melawan arus
mainstream terhadap dada yang membusung untuk mengejar pujian penduduk bumi.
Betapa
tak terhingga kekasih Tuhan yang ‘sembunyi’ mencintai Tuhan begitu terang,
begitu pula sebaliknya, banyak yang mengaku mencintai Tuhan dalam terang,
tetapi ingkar tatkala gelap bertandang.
Waktu selalu mengalir deras, tiba-tiba matahari datang
lagi pagi ini, tahu-tahu sudah meredup tak kenal kompromi. Usia kita terus
menuju usai, setengah sadar banyak kebermanfaatan yang begitu saja kita lepas
hanya untuk mengejar dunia yang dipenuhi sia-sia. Bila tiba akhirnya, tiadalah
yang kita bawa saat pulang melainkan selembar kain putih tanpa saku untuk
mengantongi emas berkeping-keping, juga uang berkebat-kebat. Hatilah sesungguhnya
bejana yang harus kita isi dengan madu keimanan, madu yang dinikmati saat
kesementaraan dunia berhenti mengukur langkah.
Betapa seharusnya kita iri, dan cemburu pada mereka yang
diam-diam ternyata menyimpan selaut kekayaan, dan lebih suka mencari muka hanya
pada Tuhan. Sedang aku berdiri di hadapan cermin, memandang kerutan di dahi
yang membentuk tanda tanya begitu jelas, untuk apa pangkat kedudukan ini?
0 komentar:
Posting Komentar