Bersamamu Ingin Kulakukan Apapun Yang Tuhan Mau

Kamis, 17 November 2016

ORANG-ORANG YANG TAK ADA DI DALAM SEJARAH



Siapa mereka orang-orang yang tak ada di dalam sejarah?
Mereka adalah orang yang bekerja, setiap hari bekerja, sampai lupa kiri dan kanannya sedang terjadi apa, dia selalu melewati jalan yang sama setiap hari, memandang ke bawah bila berpapasan dengan tetangga, tersenyum pun tidak, dia berlalu saja menuju kantornya, menjalani rutinitas yang itu-itu saja, tak ubahnya lembu, yang hidungnya dicucuk dengan besi panas, untuk menuruti kemauan tuannya membajak sawah, dia makan gemuk, bila tiba saatnya mungkin dia akan dipotong, lalu tinggallah tulang belulang tanpa makna. Akhir bulan ia mendapat uang dan begembira, membeli makanan, manis-manisan, menonton hiburan, hingga televisi yang menontonnya tertidur, mereka jarang olahraga hingga akhirnya terkena penyakit darah tinggi glukosa. mereka tak tercatat dalam lembar penting sejarah.
Mengapa mereka tak tercatat dalam sejarah?
Karena kehadirannya tak dirasakan orang yang ada di sekitarnya, tidak ada karya yang membuat dia patut dikenang sebagai orang yang berjasa demi kepentingan ramai. Sebenarnya mereka tercatat juga dalam sejarah, tapi tidak sebagai tokoh utama; melainkan figuran yang hadirnya hanya sedikit dan tak memainkan peran yang begitu penting, ibarat kata hanya penggulung kabel atau kalau dalam film ya bertugas untuk meramaikan suasana saja tanpa dialog. Setiap kita seharunya jadi tokoh utama, memegang peranan tertentu sehingga membuat orang lain merasa berbeda jika kepergian orang ini bertandang di hari-hari normal mereka.
Orang-orang yang tercatat dalam sejarah?
Mari kita ziarahi orang-orang yang tak bisa kita jumpai, mereka yang terbaring di tanah, menanti kita memaknai arti tulang-belulang sejarah. Mereka sering kita panggil pahlawan, ilmuan, dan macam-macam, Sebut saja beberapa orang yang kita kenal terdahulu yang penemuannya hingga kini masih dimanfaatkan orang ramai, dalam Islam kita mengenal konsep pahala yang terus mengalir dengan istilah pahala jariyah, pahala yang terus mengalir walaupun jasadnya telah berkalang tanah.
Lalu apa supaya tercatat dalam sejarah kita berkontribusi? Supaya dikenang setelah mati? Tidak salah sebenarnya berniat demikian, tapi sebagai seorang yang beriman, tentu itu bukanlah tujuan yang tepat, umur yang diberikan Tuhan, tentu tidak sekedar berlalu dengan tanpa kesyukuran, nah salah satu bentuk kesyukuran atas nikmat kesempatan adalah dengan melakukan hal-hal yang bisa dimanfaatkan orang lain, memberi ilmu yang bermanfaat untuk orang lain, bukan untuk dikenang kita berbuat, tapi sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat kesempatan yang Tuhan berikan.
Banyak orang yang berbuat untuk kebermafaatan yang luas, penemuannya masih digunakan hingga kini, tapi sama-sama berbuat belum tentu hasil akhirnya sama, mengapa demikian? Sebab landasan berbuatnya berbeda. Sebagai muslim kita meyakini konsep tauhid, segala perbuatan yang kita lakukan tak lain tak bukan bermaksud hanya untuk memperoleh keridhaan Tuhan, maka baginya sesuai dengan apa yang dia niatkan. Kita membayangkan seandainya ilmuan yang menemukan bohlam lampu itu seorang muslim, tentu kuburannya dibanjiri dengan ganjaran yang tak henti-henti.
Di dunia ini ada orang yang dia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit, siapa dia? Dan apa yang membuatnya di kenal penduduk langit?
Dia adalah orang yang senantiasa rupawan di sisi Tuhan, orang yang lebih bersenang-senang dalam genang linang air mata sujud,  wajah mereka memang sering tak  masyhur di bumi, sering diserang caci maki, akan tetapi di langit dia diperebutkan bidadari, orang inilah yang pertamakali memperkenalkan kesejatian makna anti mainstream, melawan arus mainstream terhadap dada yang membusung untuk mengejar pujian penduduk bumi.
Betapa tak terhingga kekasih Tuhan yang ‘sembunyi’ mencintai Tuhan begitu terang, begitu pula sebaliknya, banyak yang mengaku mencintai Tuhan dalam terang, tetapi ingkar tatkala gelap bertandang.

Waktu selalu mengalir deras, tiba-tiba matahari datang lagi pagi ini, tahu-tahu sudah meredup tak kenal kompromi. Usia kita terus menuju usai, setengah sadar banyak kebermanfaatan yang begitu saja kita lepas hanya untuk mengejar dunia yang dipenuhi sia-sia. Bila tiba akhirnya, tiadalah yang kita bawa saat pulang melainkan selembar kain putih tanpa saku untuk mengantongi emas berkeping-keping, juga uang berkebat-kebat. Hatilah sesungguhnya bejana yang harus kita isi dengan madu keimanan, madu yang dinikmati saat kesementaraan dunia berhenti mengukur langkah.

Betapa seharusnya kita iri, dan cemburu pada mereka yang diam-diam ternyata menyimpan selaut kekayaan, dan lebih suka mencari muka hanya pada Tuhan. Sedang aku berdiri di hadapan cermin, memandang kerutan di dahi yang membentuk tanda tanya begitu jelas, untuk apa pangkat kedudukan ini?

0 komentar:

Posting Komentar