PENYEMBAH UANG PENYEMBUH UTANG
Inilah sajakku, sajak yang marah
sajak kapal pecah!
Aku
terpaksa berdiri di depan televisi. Terpasung menikmati berita
yang
sengaja dipasang berhari-hari. Untuk menutupi tanda tangan
perpanjangan
kontrak penjualan negeri. Paket kebijakan ekonomi
adalah
bahasa yang mengelabui kami dari perihnya mati. Di dalam
berita
milik swsata yang sebenarnya titipan asing untuk mencuci
otak
rakyat jelata itu menyumpalkan kemulut nurani rakyat yang
harus
menganga dihimpit keadaan simalakama. Menelan anak
diperkosa
tak menelan istri pula yang diperkosa.
Di televisi
milik swasta tapi sebenarnya milik asing itu diperlihatkanlah
Tumbal-tumbal
korupsi. Mereka ditangkap dan di adili untuk menambal
Keserakahan
para penguasa. Di televisi swasta tapi sebenarnya milik
asing
itu aku melihat dialog yang monolog, diskusi mereka setting untuk
menggiring
pemahaman rakyat bahwa penguasa sudah menjalankan
amanah
rakyat.
Semua bahasa
bising ini adalah bukti bahwa banyak hal yang ditutupi
Penguasa.
Rekayasa tangisan mengelabui mata batin menyamarkan
seringai
culas agar lepas dari meja pengadilan. Para
penguasa kami
adalah
sumber masalah, mereka tanpa sengaja memahat asal-asalan
tanpa
perhitungan prasasti sejarah. Hingga sampailah pada sebuah
kesimpulan : bahwa Kami diilhami untuk pandai kencing berdiri.
Harapan kami melapuk bersama meja kursi kekuasaan yang
digrogoti
rayap-rayap rakus. Kebingungan kami terjepit di pintu jalan
masuk,
mana jalan keluar yang dulu kau kobarkan, kenapa kau paksa
kami
memilih mati dengan lompat lewat nganga jendela.
Membaca Indonesia seperti membaca wajah kota Pompeii, kota Sodom.
Rakyat di perintahkan menyembah uang, bersembahyang karena
uang
bila ini terus berlanjut maka tiada lagi yang tersisa,
kecuali hilangnya
Indonesia dari peta dunia tersapu azab.
Penguasa beramai-ramai berdiri di atas bendera, meneriakkan
merdeka! Merdeka! Merdeka! Sedang rakyat tak mampu lagi
berdoa
lebih puisi selain kata neraka! Neraka! Neraka! Duhai penguasa
di perut buncitmu ada api menyala!
*
Dihadapan televisi, akulah penguasa remot, istriku sedang
hamil,
anakku harus masuk sekolah. Digenggamanku dua gepok uang
warna merah pemberian caleg yang spanduknya terpampang besar
di sudut rumah, sekiranya uang ini cukup lebih malah
menyelesaikan
sementara masalah.
Tanjungpinang,
18/11/16
0 komentar:
Posting Komentar