Bersamamu Ingin Kulakukan Apapun Yang Tuhan Mau

Rabu, 15 Februari 2017

KHUTBAH PERPISAHAN

Sabdamu cahaya matahari menembus celah-celah belukar kala pagi. Cahaya paling sejuk; batangan cemerlang dari awan ke gunung dan bukit berembun. Aku mengendap-endap sembunyi dan menghilangkan diri-- bayang demi bayang, tapi kau selalu mampu menangkap menemukanku dan memulangkanku ke tuju penciptaan. Sentuhanmu sutera rajutan Jibril, mengubahku jadi senjata dan perisai yang tak rela rambutmu luruh walau sehelai.

Hingga wahyu berujung pada telah. Memberi aba-aba. Kau selalu mengingatku lebih dari siapa. Kudengar tiga kali risau itu bergetar; ummati, ummati, ummati.

Pedang yang paling tajam di kota ini terhunus menantang benderang  matahari, mendadak terhempas menerbangkan debu-debu padang pasir, tatkala sebilah firman bagai baru menghujam dan mengupas keras hati.

Kau telah pergi, tanganku masih menggenggam jemarimu, lepas satu-persatu. Semua saksi menjelma sungai, banjir, menguap, kering dan mudah gersang, begitu siklus ini berulang hingga jatuh timbangan raksasa menimpa setiap kepala waspada juga pada rapuh leka.

Luka ini, perih parah. Tiap malam aku membeku. _Wa Allah!_ --- setiap menuju pagi   kau terbit mencairkan aku penyubur gersang di dada harapan.

Aku sesenggukan, memandang pundak-pundak bergetaran, menahun rindu siang ke malam, melangkaui sulbi pada yang terpancar, melebihi akar padi jati saripati.

Tak ada yang datang lagi, setelahmu palsu, cukup seorang pembelah rembulan, juga firman yang belum pernah lebih awal menyentuh hati dan lidah siapapun, hanya kau yang mampu dan Tuhan restu, hanya kau, selebihnya kitab-kitab rawan racun remuk cendawan.

Aku mencintaimu, tapi rindu yang ragu; perasan perasaan kalah, pada tangis sebatang tamar yang merintih kau tinggalkan walau selangkah, walau sebentar menuju mimbar masa depan

0 komentar:

Posting Komentar