Bersamamu Ingin Kulakukan Apapun Yang Tuhan Mau

Kamis, 23 Maret 2017

Terkenang Obat Panu Cap Kaki Tiga

Rasa gatal mengganggu punggung saya, bagian tubuh yang sulit dilihat, benda apa gerangan yang menempel, dengan leher diputar kuranglebih 100 derajat, saya arahkan cermin bekas spion yang semalam copot dari motor (mungkin karena produk KW) ke bagian yang gatal itu, sudah saya duga jamur kulit itu meng-invasi  membentuk putih peta disitu, sungguh sekali sadar sudah ada tiga peta besar yang sedang mereka garap,

berbekal rasa khawatir pagi itu saya berniat untuk benar-benar mandi dengan penuh khidmat dan menjalankan prosedurnya penuh tertib, saya ambil sabun cair yang baru digunakan dua kali pencet, kemudian spons-nya berbusa begitu semarak, tanpa menunggu lama tentunya dengan tekat membara, saya sental saja punggung dan bagian yang terjajah jamur itu berkali-kali, namun tentunya tak mengesampingkan kesan sayang-sayang manja pada kulit sendiri, ya supaya dia tidak mengalami trauma kulit yang lebih zerius. Ok fine #garing

Selesai mandi, saya lihat jam di smartphone, pukul 08.17 Wib, selesai sudah mandi sedemikian khidmat, tetap saja rasanya tubuh ini belum bersih benar. Agar mereka tak merebak merata-rata segera saya bergegas menuju apotik untuk membeli penawarnya, lalu satu potong kenangan melintas dalam fikiran, waktu kecil dulu, selain sering demam, ternyata wajah dan punggung mudah sekali kena penyakit yang aduhai susah nak diceritakan ini,

Waktu itu emak keluar dari kamarnya setelah mendapatkan suatu botol dari laci  yang tampaknya banyak lisptik dan perlengkapan cosmetic lainnya,
"Sini, mamak obatin dulu, baru ke Sekolah,"
"Obat apa tu mak,"
"Obat panu-lah,"

Kubaca merek dagangnya, diberi nama yang lumayan horor gaes, 'OBAT KURAP CAP KAKI TIGA," jeng jeeeeeng!!! Karena masih kecil waktu itu jadi merasa tidak penting menjaga kesehatan kulit, belum selesai emak mengolesi jamur itu saya langsung pergi--- mengenang itu saya merasa bersalah pada emak, walau emak mungkin telah melupakan potongan masa lalu yang lusuh seperti itu,

Sesampainya di apotik dengan berbekal kenangan itu, maka saya mencari obat panau yang judulnya sama, ternyata sudah tak ada lagi, mungkin tak diproduksi lagi, usai sudah benda yang dapat membangkitkan memori indah itu tak lagi saya dapatkan. Dengan sedikit kecewa saya pesan saja kalpanik, tapi penderitaan saya belum usai sampai disitu, timbul lagi sebuah perzoalan, siapa yang bersedia mengolesi obat ini?

Buka WA, hubungi junior.
"An, bantu abang?,"
"Ok, bantu apa bang?,"
"Nanti abang jelasin, kita jumpa di sekre ya,"
"Ok,"

Sebelum sampai di sekre, rasanya saya harus sarapan dulu, eh ketemu Andrean di kedai sarapan padang, 'Berkah Bundo'

"Nak, minta bantu apa bang?,"
"Adalah, nanti abang jelaskan ya, di sini kurang sopan,"
"Ok,"
"Aan, nak ke sekre? Suruh Hatta ke sini ya, bilang bang Ren suruh sarapan,"

Setelah Aan pulang, saya pun meneruskan sarapan, sampai selesai Hatta tak kunjung datang, saya putuskan untuk ke sekre,
Wah ternyata Hatta masih tidur, hemm, jauh rezeki.

Singkat cerita Hatta terbangun, karena Aan lagi nyuci rendaman pakaian yang belonggok di kamar mandi, ya terpaksa Hatta yang jadi sasaran, mula-mula dia jijik tapi karena asas simbiosis mutualisme yang masih ok, jadilah Hatta yang mengolesi, Kalpanik ke bagian punggung yang panuan. cukup demikian cerita babang kali ini, hikmahnya adalah jagalah kebersihan badanmu, belilah brus mandi, kalau tak terbeli, kamu boleh pakai jaring nelayan yang sudah tak dipakai lagi, dan satu lagi panu dapat membuat kita merasa betapa berharganya orang yang telah pernah mengobati panu kita, dan saat dia tidak ada di sisi, kelak kita akan merindukannya bila kita mengulang sejarah itu---artinya panunya kumat lagi---, tapi tentunya mengenang budi baik orang janganlah hanya ketika kita sulit, tapi dalam apapun keadaan kita harus senantiasa bersyukur karena ada orang yang peduli dan kita juga harus peduli, dengan sedemikian kenangan menjadilah layaknya energi, selalu terbaharui, seperti kata sakti ini, 'hukum kekekalan senyuman', sebuah senyuman tulus yang kita sampaikan pada orang lain maka senyum itu akan terus tumbuh ke bibir orang lain, terimakasih emak, terimakasih Hatta. *

*Bagi yang panuan jangan sungkan untuk mengaku, sebelum merebak kemana-mana, sebab panu bisa mengancam nyawa, dengar boleh, caye jangan.

*tulisan ini mengandung sedikit kejorokan, suatu hari nanti jadi bahan orang untuk membuat obituari masa depan sekaligus masa lalu penulis, tengoklah kelak.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts