KEINGINAN
Manusia
diciptakan memiliki keingian, keingian baik dan keinginan buruk, kedua-dua
memiliki konsekuensi dari pilihan yang telah diambil, kecermatan mengatur
keinginan akan membawanya pada hakikat kebahagiaan. Banyak pilihan tetapi tidak
semua keinginan itu mampu ia gapai, karena keterbatasan, mungkin juga kelemahan
atau kekurangan yang ia miliki.
Untuk
memiliki sesuatu, manusia haruas memenuhi syarat-syaratnya, baik syarat secara
materi, mental juga spiritual, sehingga seblum dan sesudah mendapatkan
keinginan itu, kita mampu mendayagunakannya secara maksimal, tetapi jika kita
tak ditakdirkan untuk mendapatkannya, maka hati kita telah terkondisikan untuk
memaklumi lalu mencari fikiran positif untuk menangkal segala prasangka buruk.
Banyak
orang yang menginginkan sesuatu, tetapi tidak dibarengi dengan ikhtiar, dengan
tawakal, maka keinginan ini hanya menjadi lamunan yang memanjangkan anganan
merusak momentum menjadi minus produktifitas.
Ada
seorang pemuda menginginkan menikahi seorang gadis. Pemuda tersebut telah
menyelesaikan kuliah, sedangkan sang gadis masih ada setahun lebih
menyelesaikan perkuliahannya. Beberapa tahapan
perkuliahan harus dihadapi sang gadis. Suatu ketika mereka menukan keinginan
masing-masing menjadi kata sepakat untuk menikah, tetapi setelah pemuda tadi
menemui orangtua gadis tersbut,s ang pemuda ternyata diminta sabar menunggu
satu tahun lagi, bahkan dari kakak-kakaknya meminta tunggu dia kerja atau
lanjut s2 dulu, #hadeuh
Sedemikian
rupa penjelasan telah diutarakan sang pemuda bahwa pernikahan mereka tidak akan
mengganggu perkuliahan, justru akan menjadi motivasi hebat bagi sang hadis,
tetapi tetap saja keluarga gadsi itu tidak menerima tawaran sang pemuda, mengingat
tak lazim dilakukan penduduk setempat.
Tugas
pemuda tadi adalah segera menikah (bukan karena terburu-buru; segera artinya
sudah siap dan takut melakukan zina) dia telah memperhitungkan secara masak
tentang keinginan tersebut, dia coba rancang strategi, tapi tetap saja tidak
menemui kata sepakat oleh keluarga besar gadis tersebut.
12
purnama ia harus menanti, plus dengan berbagai macam dugaan yang pasti
menghampiri, ketidak-pastian, ia puasakan keinginan, agar tetap suci dalam
nilai-nilai yang ia yakini kebenarannya. Melihat contoh kasus tersebut, dalam
sebuah keinginan seorang pemuda, setelah keinginan itu ia ungkapkan maka
keinginan itu akan berdiskusi dengan beberapa keinginan lainnya, yaitu:
keinginan gadis, keinginan adat, keinginan keluarga, keingian syariat, dan
negera.
Secara
agama, seorang pemuda yang mengingikan menikahi gadis yang sedang kuliah memang
tidak boleh, eh becanda (maksudnya nunggu dia puang kuliah dulu; masa’ lagi
kuliah trus dinikahi, apa kata bangku kuliah dan makalah yang lagi dipake
persentasi? wkwk) , yah jawabnya tidak dilarang, justru lebih baik to, wong
banyak yang lagi kuliah sambil icip-icip zina layaknya suami istri, nah ini
mending nikah sekali, halal dan menyehatkan secara lahir dan batin. Maka berhubungan
dengan kejelasan status secara syari itu, lebih baik ketimbang tanpa ada
kejelasan, dibawa kesana kemari, ah gimana ya,
Tetapi
lagi-lagi keinginan ini dibenturkan dengan ada kebiasaan setempat, jarang ada
yang menikah saat kuliah, tetapi bukan karena jarang trus tidak boleh to,
tinggal bagaimana seharusnya mengelola keinginan itu dalam tataran pemahaman
yang benar, begitulah kesimpulan yang harus diambil berdasarkan logika Islam
berfikir.
Bahwa
adat berada di bawah logika syariat, adat tidak bisa menggeser keinginan yang
syari, tetapi keinginan yang syari bisa menggeser keinginan adat (tentunya
setelah melalui berbagai diskusi yang santun dan dengan hikmah)
Bila
dirumuskan maka keinginan barangkali bisa menjadi sedemikian rupa adanya:
pertama adalah tahta keinginan termulia yaitu keingian seorang manusia yang
selaras dengan keinginan penpitanya, keingian itu hanya dapat dimengerti oleh
gatar keimanan yang jujur. Bila tidak jujur maka keingian itu akan memilih
jalan pemenuhan yang salah, tidak dibenarkan etika, al-quran dan sunnah.
Kedua
adalah keinginan yang menyalahi logika syari, lebih memilih memenangkan
keinginan nafsu, dan taqlid buta terhadap adat, maka tercerminlah dalam sirah
nabi awal –awal dakwah dimana syariat secara perlahan menggeser kebiasan bawaan
adat-istiadat nnek moyang yang secara logika tidak ilmiah sama sekali,
sedangkan syariat itu ilmiah bila kita mendalaminya lebih lanjut.
Ketiga,
keingian yang sama buruknya yaitu keinginan yang menyublim bersama deru tetesan
hujan (kenapa jadi lebay gini yak), dari balik jendela yang berembun ia menatap
jauh, menginginkn dan mengangankan sesuatu dalam genggaman, tetapi genggamannya
terlampau pendek untuk mendekap setiap keinginan yang banyak, maka dia
berandai-andai, memanjangkan angan barangkali nikmatnya bahwa lengannya bisa
menjelma lengan gurita.
Kepada
pra peemuda yang suah berihtiar, mendatangi rumah orangtuanya, namun belum
meneumi titik terang, tenang, mungkin itu sinyal dari Allah, supaya kamu lebih rajin saum senin kamis,
memperbaiki ibadah dan taubat, serta memperbanyak istighoshah dan munajat
kepada Allah.
Mari
kita berkumpul di sebuah lembah dimana di sana akan dikumandangkan orasi
perdamaian dengan keadaan, “God Bless Jomblo se-NKRI!!!” *Maaf kalo terkesan
ngelantur, semoga mewakili ketawakalan para pejuang halal, uhuk!
0 komentar:
Posting Komentar