Bersamamu Ingin Kulakukan Apapun Yang Tuhan Mau

Rabu, 21 Juni 2017

KEINGINAN

                              
Manusia diciptakan memiliki keingian, keingian baik dan keinginan buruk, kedua-dua memiliki konsekuensi dari pilihan yang telah diambil, kecermatan mengatur keinginan akan membawanya pada hakikat kebahagiaan. Banyak pilihan tetapi tidak semua keinginan itu mampu ia gapai, karena keterbatasan, mungkin juga kelemahan atau kekurangan yang ia miliki.
Untuk memiliki sesuatu, manusia haruas memenuhi syarat-syaratnya, baik syarat secara materi, mental juga spiritual, sehingga seblum dan sesudah mendapatkan keinginan itu, kita mampu mendayagunakannya secara maksimal, tetapi jika kita tak ditakdirkan untuk mendapatkannya, maka hati kita telah terkondisikan untuk memaklumi lalu mencari fikiran positif untuk menangkal segala prasangka buruk.

Banyak orang yang menginginkan sesuatu, tetapi tidak dibarengi dengan ikhtiar, dengan tawakal, maka keinginan ini hanya menjadi lamunan yang memanjangkan anganan merusak momentum menjadi minus produktifitas.
Ada seorang pemuda menginginkan menikahi seorang gadis. Pemuda tersebut telah menyelesaikan kuliah, sedangkan sang gadis masih ada setahun lebih menyelesaikan perkuliahannya.  Beberapa tahapan perkuliahan harus dihadapi sang gadis. Suatu ketika mereka menukan keinginan masing-masing menjadi kata sepakat untuk menikah, tetapi setelah pemuda tadi menemui orangtua gadis tersbut,s ang pemuda ternyata diminta sabar menunggu satu tahun lagi, bahkan dari kakak-kakaknya meminta tunggu dia kerja atau lanjut s2 dulu, #hadeuh
Sedemikian rupa penjelasan telah diutarakan sang pemuda bahwa pernikahan mereka tidak akan mengganggu perkuliahan, justru akan menjadi motivasi hebat bagi sang hadis, tetapi tetap saja keluarga gadsi itu tidak menerima tawaran sang pemuda, mengingat tak lazim dilakukan penduduk setempat.
Tugas pemuda tadi adalah segera menikah (bukan karena terburu-buru; segera artinya sudah siap dan takut melakukan zina) dia telah memperhitungkan secara masak tentang keinginan tersebut, dia coba rancang strategi, tapi tetap saja tidak menemui kata sepakat oleh keluarga besar gadis tersebut.
12 purnama ia harus menanti, plus dengan berbagai macam dugaan yang pasti menghampiri, ketidak-pastian, ia puasakan keinginan, agar tetap suci dalam nilai-nilai yang ia yakini kebenarannya. Melihat contoh kasus tersebut, dalam sebuah keinginan seorang pemuda, setelah keinginan itu ia ungkapkan maka keinginan itu akan berdiskusi dengan beberapa keinginan lainnya, yaitu: keinginan gadis, keinginan adat, keinginan keluarga, keingian syariat, dan negera.
Secara agama, seorang pemuda yang mengingikan menikahi gadis yang sedang kuliah memang tidak boleh, eh becanda (maksudnya nunggu dia puang kuliah dulu; masa’ lagi kuliah trus dinikahi, apa kata bangku kuliah dan makalah yang lagi dipake persentasi? wkwk) , yah jawabnya tidak dilarang, justru lebih baik to, wong banyak yang lagi kuliah sambil icip-icip zina layaknya suami istri, nah ini mending nikah sekali, halal dan menyehatkan secara lahir dan batin. Maka berhubungan dengan kejelasan status secara syari itu, lebih baik ketimbang tanpa ada kejelasan, dibawa kesana kemari, ah gimana ya,
Tetapi lagi-lagi keinginan ini dibenturkan dengan ada kebiasaan setempat, jarang ada yang menikah saat kuliah, tetapi bukan karena jarang trus tidak boleh to, tinggal bagaimana seharusnya mengelola keinginan itu dalam tataran pemahaman yang benar, begitulah kesimpulan yang harus diambil berdasarkan logika Islam berfikir.
Bahwa adat berada di bawah logika syariat, adat tidak bisa menggeser keinginan yang syari, tetapi keinginan yang syari bisa menggeser keinginan adat (tentunya setelah melalui berbagai diskusi yang santun dan dengan hikmah)
Bila dirumuskan maka keinginan barangkali bisa menjadi sedemikian rupa adanya: pertama adalah tahta keinginan termulia yaitu keingian seorang manusia yang selaras dengan keinginan penpitanya, keingian itu hanya dapat dimengerti oleh gatar keimanan yang jujur. Bila tidak jujur maka keingian itu akan memilih jalan pemenuhan yang salah, tidak dibenarkan etika, al-quran dan sunnah.
Kedua adalah keinginan yang menyalahi logika syari, lebih memilih memenangkan keinginan nafsu, dan taqlid buta terhadap adat, maka tercerminlah dalam sirah nabi awal –awal dakwah dimana syariat secara perlahan menggeser kebiasan bawaan adat-istiadat nnek moyang yang secara logika tidak ilmiah sama sekali, sedangkan syariat itu ilmiah bila kita mendalaminya lebih lanjut.
Ketiga, keingian yang sama buruknya yaitu keinginan yang menyublim bersama deru tetesan hujan (kenapa jadi lebay gini yak), dari balik jendela yang berembun ia menatap jauh, menginginkn dan mengangankan sesuatu dalam genggaman, tetapi genggamannya terlampau pendek untuk mendekap setiap keinginan yang banyak, maka dia berandai-andai, memanjangkan angan barangkali nikmatnya bahwa lengannya bisa menjelma lengan gurita.
Kepada pra peemuda yang suah berihtiar, mendatangi rumah orangtuanya, namun belum meneumi titik terang, tenang, mungkin itu sinyal dari Allah, supaya  kamu lebih rajin saum senin kamis, memperbaiki ibadah dan taubat, serta memperbanyak istighoshah dan munajat kepada Allah.
Mari kita berkumpul di sebuah lembah dimana di sana akan dikumandangkan orasi perdamaian dengan keadaan, “God Bless Jomblo se-NKRI!!!” *Maaf kalo terkesan ngelantur, semoga mewakili ketawakalan para pejuang halal, uhuk!

0 komentar:

Posting Komentar